Rabu, 23 Desember 2015

Mengungkap Ilmu Sains dari Film 'Star Wars'

Sekretaris Pers Gedung Putih berjalan bersama Stormtroopers dalam pemutaran Star Wars: The Force Awakens di Gedung Putih.
Sekretaris Pers Gedung Putih berjalan bersama Stormtroopers dalam pemutaran Star Wars: The Force Awakens di Gedung Putih.
 
CB, Film terbaru 'Star Wars: the Force Awakens' membawa penonton kembali ke sebuah galaksi nun jauh di sana. Banyak ilmuwan sains yang terinspirasi dari saga 'Star Wars' ini, namun beberapa di antara mereka menilai aplikasi sains dalam seri populer tersebut tidak masuk akal.
Seorang Fisikawan dari University of Minnesota, Jim Kakalios mengatakan kebanyakan saintis sengaja melupakan aspek sains dari film ini karena terlanjur jatuh hati dan terpukau dengan jalan ceritanya.

"Jika Anda mengerti beberapa aspek sains di film ini, Anda akan menemukan beberapa hal salah di dalamnya," kata Kakalios, dilansir dari National Geographic, Rabu (23/12).

Penanganan medis di galaksi

Dokter dari University Hospital Rigshospitalet di Denmark, Roan Berg dan Ronni Plovsing mengajarkan mahasiswa kedokteran bagaimana mendiagnosis penyakit pernapasan. Mereka terinspirasi dari Darth Vader.

Dilihat dari kebiasaan bernapas Vader, tokoh antagonis itu memiliki masalah paru-paru karena menghirup gas panas dan partikel vulkanik di Planet Mustafar. Inilah disebabkan Vader kelimpungan saat berhadapan dengan Obi Wan Kenobi di seri 'Revenge of the Sith.' Gas panas membuat paru-paru kronisnya meradang.

Menurut Berg, temuan ini menunjukkan penanganan medis yang dilakukan tim Darth Sidious dengan memakaikan baju besi dan sistem robotik di tubuh Vader terbilang salah. Alasannya, Vader seharusnya menjalani transplantasi paru-paru.

"Mencarikan donor organ untuk Vader bagi seorang kaisar yang totaliter seharusnya mudah," kata Berg.

Kejiwaan seorang Darth Vader

Dalam beberapa tahun terakhir, psikiater mencoba menganalis psikologis karakter Star Wars, khususnya menjelaskan penyakit kejiwaan untuk mahasiswa kedokteran dan masyarakat lebih luas. Psikiater Forensik di University of Central Florida College of Medicine, Ryan CW Hall terpesona dengan Anakin Skywalker yang memilih menjadi Darth Vader ketimbang Jedi.

Hall menilai Anakin mengalami gangguan mental borderline. Ini adalah penyakit mental serius ditandai dengan interaksi sosial yang sulit, perilaku impulsif, dan suasana hati tidak stabil. Sekitar tiga juta warga negara Amerika Serikat memiliki gejala penyakit yang sama.

Mental beberapa karakter di 'Star Wars: the Phantom Menace'

Susan Hatters Friedman dari University of Auckland mencoba menganalisis sejumlah karakter penting dalam seri 'Star Wars: the Phantom Menace.' Ia menilai Jabba the Hutt menampilkan tanda-tanda seorang psikopat, sementara Lando Calrissian suka berjudi. Obi Wan Kenobi menggambarkan depresi halus khas orang tua.

Friedman menyimpulkan bahwa Kaisar Palpatine (Darth Sidious) adalah sosok jahat, namun dengan mental sehat. Ia menggarisbawahi bahwa sifat jahat dengan penyakit mental tidak berkorelasi. Orang-orang yang sakit mental atau sakit jiwa bahkan cenderung menjadi korban pelaku kejahatan dan kekerasan.

Kaisar Palpatine bersifat kejam, tidak berperasaan, dan terobsesi menjadi Kaisar di Republik Galactic. Sifatnya itu membahayakan kosmik.

"Ketika kita melihat orang-orang melakukan hal mengerikan, kita terlalu mudah mengatakan dia sakit jiwa. Padahal, orang yang sakit jiwa justru lebih sering menjadi korban kekerasan ketimbang menjadi pelaku kekerasan," kata Friedman.

Tim juga mendiagnosis Jar Jar Binks. Karakter dari Gungan ini sangat kikuk. Dia diperkirakan mengidap  attention-deficit hyperactivity disorder. Dia sebetulnya lebih berpotensi menjadi seorang Sith (tokoh jahat) ketimbang karakter baik.

Menemukan Planet Tatooine

Luke dibesarkan di Planet Tatooine, negeri asal ayahnya. Planet gurun ini penuh dengan penjahat, namun beberapa titik lokasi menawarkan keindahan tak terduga, khususnya fenomena dua matahari terbenam. Astronom mengategorikan Tatooine sebagai salah satu planet circumbinary, mengorbit didua matahari.

Pada 2011, Kepler Space Telescope menemukan Kepler-16b, planet pertama yang mengorbit didua bintang sekaligus. Planet-planet seperti ini diperkirakan bisa menopang kehidupan.









Credit  REPUBLIKA.CO.ID