Masyarakat yang setuju nuklir makin meningkat.
Kepala Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan), Djarot Sulistio Wisnubroto (kiri) (Vivanews/Agus)
"Kalau normalnya (tenaga uap), itu 12 sen per Kwh, sedangkan nuklir itu 6 sampai tujuh sen per Kwh, bisa setengahnya hemat," ujar Djarot saat ditemui di Kantor Batan, Jakarta Selatan, Senin, 28 Desember 2015.
Djarot menyatakan, faktor yang mempengaruhi mengapa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) lebih hemat dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dikarenakan harga bahan baku yang digunakan tidak mempengaruhi kenaikan biaya listrik.
Seperti PLTN yang menggunakan uranium, kenaikannya tidak terlalu signifikan. Sementara PLTU menggunakan batu bara dan gas kenaikannya selalu tidak stabil, hingga tarif listrik pun mengalami kenaikan terus menerus.
"Uranium bahan strategis, tapi tidak mahal, dari harga listrik (tarif), uranium berkontribusi lima persen. (Uranium), tidak mempengaruhi harga listrik, lebih stabil dan ramah lingkungan," tutur Djarot.
Djarot menjelaskan, Indonesia kini tengah menjajaki untuk menggunakan Energi Baru Terbaharukan (EBT). Namun, faktanya, dikatakan sepuluh tahun terakhir penggunaan EBT tidak mengalami kenaikan.
"Selama sepuluh tahun kita menggunakan EBT hanya lima persen, tidak pernah naik," katanya.
Djarot mengatakan, nuklir, adalah salah satu EBT yang bisa digunakan hingga bisa menghasilkan 5.000 Megawatt aliran listrik pada 2025. Kendala PLTN belum juga terealisasi yaitu ketakutan masyarakat akan efek dari nuklir.
Seperti survei yang telah dilakukan Batan melalui PT Research Sigma yang menemukan salah satu penyebab mengapa masyarakat masih belum bisa menerima PLTN. Namun, pada kenyataannya, riset keenam pada tahun ini menemukan masyarakat yang percaya dengan PLTN makin naik. Survei terbaru menunjukkan 70 persen penduduk sudah menyetujui agar Indonesia beralih pada PLTN, dan kekhawatiran itu mulai mereda.
"Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menyadari potensi pemanfaatan energi nuklir dan kontribusinya untuk menjamin pemenuhan dan kestabilan pasokan listrik di Indonesia," ujar Djarot.
Credit VIVA.co.id