Rabu, 02 September 2015

Saingi AS, China Ciptakan Drone Terberat

Drone terberat milik China (Foto: Russia Today)
Drone terberat milik China (Foto: Russia Today)
BEIJING (CB) – Untuk menyaingi perkembangan pesawat tanpa awak (drone) milik Amerika Serikat (AS), China resmi meluncurkan drone terberatnya yang diberi nama Caihong 5. Drone milik China itu dianggap sebanding dengan milik AS, US Reaper, yang dikatakan sangat canggih.
Caihong 5 atau dikenal sebagai Rainbow 5 telah melakukan penerbangan perdana pada Minggu 31 Agustus 2015. Drone yang dikatakan terberat itu mampu membawa muatan hingga 3 ton dan memiliki sistem penembus radar.
Drone Caihong 5 dilaporkan telah diterbangkan ke sebuah lokasi yang dirahasiakan di Provinsi Gansu selama 20 menit. Namun, media di China melaporkan bahwa drone itu memiliki daya tahan selama 30 jam penerbangan.
Kepala desainer drone tersebut, Ou Zhongming, mengatakan drone tersebut dapat dilengkapi sistem penembus radar. Hal itu memungkinkan untuk melacak target di dalam gedung. Teknologi semacam ini telah digunakan AS selama operasi di Timur Tengah.
“Teroris memiliki tempat persembunyiannya. Mereka dapat bersembunyi di semak-semak atau di rumah. Itu mengharuskan kita untuk memiliki sistem radar penembus dinding dan mengidentifikasi benda di dalamnya,” ujar Zhongming, seperti diberitakan Russia Today, Rabu (2/9/2015).
Desainer lain yang ikut merancang Caihong 5, Lan Wenbo, mengatakan, pesawat canggih tersebut dapat dipersenjatai peralatan perang elektronik yang akan melindungi drone lain dari pelacakan dan pembajakan.
China sejatinya dikenal sebagai produsen terbesar drone di dunia. Namun, produk-produknya berfokus pada segmen pasar sipil. Sedangkan saingannya, yakni AS dan Israel, unggul dalam aplikasi di bidang militer.
Laporan tentang drone terberat milik China itu muncul menjelang parade militer besar-besaran di Beijing pada 3 September 2015 untuk menandai akhir Perang Dunia II.
Lebih dari 10 negara dilaporkan akan ikut meramaikan parade militer itu. Namun, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menyatakan tak akan menghadirinya.



Credit  okezone