Penobatan Jenius diberikan oleh MacArthur Foundation.
Peidong Yang dari UC Berkeley Amerika, ilmuwan yang menemukan fotosintesis rekayasa. (LA Times)
Seorang ilmuwan keturunan China baru saja dianugerahi penghargaan atas upayanya menemukan proses rekayasa fotosintesis.
Fotosintesis merupakan proses pembuatan energi atau zat makanan menggunakan peran cahaya matahari dan mineral, karbondioksida dan air.
Makhluk hidup yang bisa melakukan fotosintesis adalah tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri. Proses fotosintesis sangat penting bagi kehidupan di bumi karena hampir semua mahluk hidup bergantung pada energi tersebut.
Butuh waktu 10 tahun bagi Peidong Yang untuk bisa menemukan metode serupa fotosintesis lewat bantuan kabel nano semikonduktor dan bakteri. Ilmuwan dari University California Berkeley itu dinobatkan sebagai 'Jenius' dari MacArthur Foundation.
Dilansir melalui LA Times, Selasa 29 September 2015, Yang berhasil menciptakan daun sintesis yang menggunakan ramuan serupa fotosintesis, yakni air, cahaya matahari dan karbon dioksida.
Bahan-bahan itu bisa memproduksi energi seperti methan, butan dan asetat. Daun sintesis itu, layaknya fotosintesis alami, mampu mengeluarkan oksigen ke udara.
"Kemungkinan fotosintesis buatan ini telah didemonstrasikan berdasarkan uji coba awal yang kami lakukan. Kami hanya perlu mendorong penelitian menjadi lebih maju lagi. Meski teknologi ini masih belum bisa dikomersialkan dalam beberapa tahun ke depan, tapi merupakan langkah penting untuk menciptakan karbon netral yang sebenarnya, dan sistem bahan bakar berkelanjutan," ujar Yang.
Pria berusia 44 tahun itu merupakan ahli kimia anorganik. Dia mendapatkan gelar sarjana dari University of Science and Technology di China. Gelar Ph.D didapat dari Harvard University, sebelum ia melanjutkannya ke UC Santa Barbara, kemudian bergabung ke UC Berkeley.
Ketertarikannya pada fotosintesis rekayasa diawali dari proyek kabel nano semikonduktor yang dilakukannya di Harvard. Kabel mikoskopis itu berukuran 100 sampai 1.000 kali lebih tipis ketimbang rambut manusia. Kabel nano itu diklaim bisa menangkap energi matahari dengan baik. Itulah yang menjadi dasar rekayasa fotosintesis.
Menariknya, Yang harus mencari cara untuk menyimpan cahaya matahari yang ditangkap agar bisa digunakan di kemudian hari, mirip pola fotosintesis alami.
Oleh karena itu, Yang dan tim mencoba bereksperimen dengan materi berbeda agar berfungsi sebagai katalis, atau bisa menampung reaksi kimia tanpa bantuan apapun.
Potensi katalis pun ditemukan pada spesies bakteri bernama Sporomusa ovata, yang bisa mengambil elektron dari kabel nano dan mengubah karbon dioksida menjadi molekul asetat yang lebih kompleks.
"Sayangnya, bakteri hidup gampang mati. Itu menjadi masalah. Maka dari itu saya mencoba mencari katalis sintetis lain yang membutuhkan proses kimiawi, ketimbang bergantung pada bakteri. Kita memang belajar dari alam, tapi hasilnya harus lebih baik dari alam," katanya.
Credit VIVA.co.id