Setelah berdiskusi dengan para pejabat
negara AS, Jokowi dijadwalkan bertatap muka dengan para pelaku bisnis
di Washington, D.C. pada 26-27 Oktober. (Antara/Andika Wahyu)
"Presiden Jokowi dan Obama akan mendiskusikan masalah kerja sama dan tantangan global, termasuk menggaungkan toleransi beragama dan Islam moderat untuk melawan radikalisme dan kekerasan ekstremisme," demikian kutipan pernyataan resmi Kemlu yang merangkum hasil pertemuan Menlu RI, Retno LP Marsudi, dan Menlu AS, John Kerry, di Washington D.C., Selasa (22/9).
Selain itu, kedua pemimpin negara beserta jajaran pejabat senior dan Kongres AS juga akan membahas strategi untuk menjadikan Indonesia sebagai pilihan utama investasi AS.
|
"Kerja sama kita dengan Amerika itu mencapai US$27 miliar pada 2014. Investasi mereka juga mencapai US$2,4 miliar pada 2014 lalu. Wisatawan AS ke Indonesia ada 230 ribu, dan ada 127 ribu WNI di Amerika," papar Tata, demikian sapaan akrab Arrmanatha.
Kedatangan Jokowi ke Gedung Putih ini merupakan bagian dari rangkaian kunjungan ke AS pada 25-28 Oktober untuk memenuhi undangan dari Obama.
"Kunjungan Presiden Joko Widodo termasuk pertemuan bilateral dengan Presiden Obama di Gedung Putih pada 26 Oktober dan rapat dengan pejabat senior dari pemerintahan AS, Kongres AS," bunyi pernyataan tersebut.
Setelah berdiskusi dengan para pejabat negara AS, Jokowi dijadwalkan bertatap muka dengan para pelaku bisnis di Washington, D.C. pada 26-27 Oktober. Keesokan harinya, Jokowi akan bertolak ke San Francisco untuk bertemu dengan komunitas bisnis dan pemimpin-pemimpin universitas.
Lebih jauh, lawatan Jokowi ini disebut akan memperkuat ikatan kerja sama antara kedua negara yang mulai erat pada 2010 lalu.
Pada November 2010, Obama berkunjung ke Indonesia, tempat di mana ia menghabiskan empat tahun masa kecilnya.
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS sebenarnya sudah terjalin sejak Desember 1949. Sebagai Presiden RI pertama, Soekarno bertandang ke AS pada 16-18 1956. Presiden Richard M. Nixon kemudian mengunjungi Indonesia pada 27-28 Juli 1969.
Credit CNN Indonesia