WASHINGTON (CB) - Mantan Direktur Badan Intelijen Amerika
Serikat (CIA), David Patraeus, mengajukan sebuah usulan kontroversial
untuk menghancurkan kelompok militan ISIS. Purnawirawan Tentara Angkatan
Darat Amerika Serikat (AS) itu mempertimbangkan untuk menggunakan
kelompok Al Qaeda untuk memerangi kelompok teror turunan mereka itu.
Menurut laporan yang dilansir Daily Beast, Rabu (2/9/2015), usulan ini muncul dari pengalaman Patraeus di di Irak pada 2007. Saat itu ia memanfaatkan kelompok militan Sunni agar berhenti memerangi Al Qaeda dan bekerjasama dengan militer AS untuk menghadapi pasukan pemberontak.
Taktik itu berhasil akan tetapi masalah kemudian muncul karena Al Qaeda yang berhenti berseteru dengan militan Sunni kemudian menelurkan ISIS yang menjadi ancaman yang lebih besar dari pasukan pemberontak.
Mengikuti pola yang dulu dilakukannya, Patraeus kini mengusulkan agar AS merangkul Front Al Nusra atau Al Qaeda di Suriah untuk menghadapi ISIS di Timur Tengah terutama di Suriah. Namun, ide ini tampaknya akan menghadapi berbagai hambatan, terutama karena status Front Al Nusra yang dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh Pemerintah AS dan telah beberapa kali menjadi target serangan udara mereka.
Selain bermasalah, usulan ini juga kontroversial mengingat Al Qaeda adalah dalang dari tragedi 11 September yang dapat dianggap sebagai menjadi awal mula konflik yang terjadi saat ini. Bekerja sama dengan Al Qaeda adalah sebuah ironi yang sulit diterima oleh para pembuat keputusan di AS, selain itu, strategi itu juga dianggap berisiko tinggi.
Pengamat dari Middle East Security Project, di Washington, Christopher Harmer, menganggap jika ide Patraeus ini berjalan, maka langkah itu dapat dianggap sebagai pengakuan AS bahwa strategi mereka dalam menghadapi ISIS tidak berjalan dengan baik. Bekerjasama dengan kelompok teroris dapat dianggap sebagai upaya terakhir yang menunjukkan keputusasaan.
“Secara strategis ini adalah langkah putus asa,” kata Harmer.
Menurut laporan yang dilansir Daily Beast, Rabu (2/9/2015), usulan ini muncul dari pengalaman Patraeus di di Irak pada 2007. Saat itu ia memanfaatkan kelompok militan Sunni agar berhenti memerangi Al Qaeda dan bekerjasama dengan militer AS untuk menghadapi pasukan pemberontak.
Taktik itu berhasil akan tetapi masalah kemudian muncul karena Al Qaeda yang berhenti berseteru dengan militan Sunni kemudian menelurkan ISIS yang menjadi ancaman yang lebih besar dari pasukan pemberontak.
Mengikuti pola yang dulu dilakukannya, Patraeus kini mengusulkan agar AS merangkul Front Al Nusra atau Al Qaeda di Suriah untuk menghadapi ISIS di Timur Tengah terutama di Suriah. Namun, ide ini tampaknya akan menghadapi berbagai hambatan, terutama karena status Front Al Nusra yang dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh Pemerintah AS dan telah beberapa kali menjadi target serangan udara mereka.
Selain bermasalah, usulan ini juga kontroversial mengingat Al Qaeda adalah dalang dari tragedi 11 September yang dapat dianggap sebagai menjadi awal mula konflik yang terjadi saat ini. Bekerja sama dengan Al Qaeda adalah sebuah ironi yang sulit diterima oleh para pembuat keputusan di AS, selain itu, strategi itu juga dianggap berisiko tinggi.
Pengamat dari Middle East Security Project, di Washington, Christopher Harmer, menganggap jika ide Patraeus ini berjalan, maka langkah itu dapat dianggap sebagai pengakuan AS bahwa strategi mereka dalam menghadapi ISIS tidak berjalan dengan baik. Bekerjasama dengan kelompok teroris dapat dianggap sebagai upaya terakhir yang menunjukkan keputusasaan.
“Secara strategis ini adalah langkah putus asa,” kata Harmer.
Credit Okezone