Jumat, 18 September 2015

Wow, Inilah Bukti Arkeologi Nenek Moyang Kita Pemakan Manusia


Wow, Inilah Bukti Arkeologi Nenek Moyang Kita Pemakan ManusiaIlustrasi


CB, PALMERAH— Bukti penelitian menyebutkan, beberapa kerabat leluhur kita saling menjagal dan memakan satu sama lain. Artinya mereka juga memakan manusia, teman sendiri.
Jika sebelumnya ada keraguan mengenai perilaku kanibal nenek moyang kita, maka sekarang sudah tak perlu.
Peninggalan purbakala dari sebuah situs arkeologi yang ternama memastikan bahwa sekelompok manusia dulu dijagal, dicincang dan dimakan.
Tulang-tulang ini berasal dari Gua Gough di Somerset, Inggris, yang terakhir digali pada 1992 lalu.
Bagaimanapun, para ilmuwan terus menganalisa bekas-bekas pada tulang-tulang dari situs tersebut.
Melalui penanggalan radio karbon terungkap bahwa peninggalan tersebut, yang terdiri dari tulang-tulang manusia dan binatang, diletakkan di gua ini dalam jangka waktu yang pendek pada 15.000 tahun yang lalu.



Silvia Bello ahli dari Natural History Museum di London mengatakan timnya telah mengidentifikasi lebih banyak perubahan dibandingkan yang tercatat sebelumnya.
"Kami telah menemukan bukti yang tidak diragukan lagi yakni adanya bekas dikuliti, tulang yang dipatahkan, kunyahan manusia, penghancuran tulang keras, dan tulang yang retak sampai ke sumsum," jelas dia.
Para peneliti juga menemukan bekas gigitan tulang manusia.
Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa kanibalisme merupakan perilaku yang normal bagi nenek moyang kita. Bukti lain yang ditemukan yaitu perubahan dari tengkorak manusia setelah meninggal.

Salah satu penulis penelitian ini, Simon Parfitt dari University College, London mengatakan, "Tema berulang dalam periode ini yaitu pemakaman luar biasa yang langka dan bagaimana umumnya kami menemukan jasad manusia tercampur dengan tumpukan sampah di sejumlah situs."
Analisa lanjutan untuk penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana penyebaran kanibalisme terjadi dalam periode ini, dan apakah setiap upacara ritual selalu dibarengi dengan penyembelihan.

Credit  WARTA KOTA