"Saya usulkan nama Maharsi sebagai penghargaan kepada para peneliti ikan nila ini," kata Nasir saat berbincang di lokasi pemberdayaan nila laut itu di Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa "Maharsi" merupakan singkatan dari Muhammad Husni Amarullah (alm) dan Ratu Siti Aliyah, peneliti ikan nila laut tersebut.
Kedua peneliti itu mengembangkan teknologi budi daya ikan nila salina lalu direkayasa dengan cara mengadaptasikan spesies tersebut dalam kondisi perairan laut.
Menurut Nasir, pemberian nama varietas baru sesuai nama peneliti sudah dilakukan pada peneliti bidang pangan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bernama Mugiyono (alm) yang berhasil meneliti padi Sidenuk atau si dedikasi nuklir.
Sidenuk tahan terhadap hama dan memiliki produktivitas tinggi dengan tingkat produksi dari satu hektare bisa menghasilkan beras sebanyak 10 ton.
"Karena dedikasinya itu nama padi hasil temuannya menjadi Mugibat atau Mugiyono Hebat, tidak dipakai lagi nama Sidenuk karena ada pengembangannya lagi," ujar Nasir.
Dengan pemberian nama tersebut, diharapkan bisa memberikan nilai tambah pada hasil penelitian nila laut. Karena, menurut Nasir, jika tetap menggunakan nama nila dengan ditambah laut tidak akan memberikan nilai tambah yang terlalu tinggi.
"Dengan nilai tambah tersebut, diharapkan bisa berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat di sekitar lokasi pembudidayaan tersebut," ujar dia.
Dari perkiraannya, dengan menggunakan nama Maharsi, harga nila hasil budi daya dengan teknologi yang dikembangkan oleh BPPT sendiri akan naik dari harga pasarannya yang saat ini per kilogramnya hanya Rp15-18 ribu.
"Dengan itu nilai tambahnya kemungkinan jadi di atas Rp40 ribu. Manfaatnya kan juga bisa menyejahterakan masyarakat, karena nantinya juga akan melibatkan masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan," katanya.
Credit ANTARA News