Jumat, 23 Oktober 2015

Tantang Sukhoi, Swedia Sodorkan Paket Hemat Jet Tempur ke RI


Tantang Sukhoi, Swedia Sodorkan Paket Hemat Jet Tempur ke RI Jet tempur Gripen buatan Saab Swedia. (Wikimedia/Ernst Vikne)
 
Jakarta, CB -- Perusahaan pembuat alat pertahanan militer asal Swedia, Svenska Aeroplan Aktiebolag (Saab), yakin dapat mengalahkan produsen pesawat tempur asal Rusia, Sukhoi, pada tender yang digelar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Kepala Perwakilan Saab di Indonesia, Peter Carlqvist, mengatakan perusahaannya memiliki segudang alasan untuk menarik perhatian pemerintah Indonesia. Saab menawarkan harga jual pesawat tempur dan biaya perawatan yang rendah, proses alih teknologi, hingga jaminan pemberian kredit ekspor dari pemerintah Swedia.

Di kediaman Duta Besar Swedia untuk Indonesia di Jakarta, Peter mengatakan komparasi biaya yang ditanggung suatu negara untuk membeli pesawat tempur, ongkos operasional, serta perawatannya adalah satu berbanding empat.

Saat membeli jet tempur, kata Peter, pemerintah suatu negara sesungguhnya hanya mengeluarkan dana sebanyak 20 persen dari total pengeluaran yang harus mereka bayar sepanjang usia pesawat.

Pada konteks ini Saab tidak cuma menawarkan strategi pertahanan, melainkan juga strategi manajemen keuangan untuk program pembangunan. Peter mengklaim, jet tempur JAS 39 Gripen keluaran Saab memiliki biaya operasional terendah dibanding pesawat tempur keluaran pabrikan lain.

Mengutip penelitian perusahaan penyedia data kemiliteran dan transportasi asal Inggris, Jane's Information Group, dalam satu jam terbang, biaya yang harus dikeluarkan untuk JAS 39 Gripen berada pada kisaran US$4.700.

F-16 buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, berada pada peringkat selanjutnya dengan ongkos US$7.000. Sementara jet-jet tempur keluaran Sukhoi, ujar Peter, menyerap ongkos operasional tertinggi dibandingkan seluruh pesawat tempur generasi paling muktahir.

“Ini bukan hanya persoalan strategi pertahanan. Alokasi keuangan negara dapat diarahkan ke sektor-sektor lainnya,” ucap Peter.

Selain urusan biaya dan tekonologi, Saab mengajukan sistem nilai yang biasa diterapkan perusahaan-perusahaan asal Swedia. Peter menuturkan, perusahaannya menawarkan proses jual-beli jet tempur yang transparan dan bebas dari kongkalikong.

Sebagai bukti, Peter menunjukkan kecenderungan Swedia yang selalu masuk lima besar Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International.  Tahun lalu, Swedia berada di peringkat keempat, di bawah Denmark, Selandia Baru dan Finlandia, sedangkan Indonesia duduk di peringkat ke-107.

Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog, pada kesempatan yang sama menyatakan pemerintah negaranya tak pernah memberikan dukungan kepada perusahaan yang memiliki rekam jejak buruk.

Pemerintah Swedia, kata Johanna, mempercayai Saab seperti perusahaan-perusahaan lain yang telah lebih dulu masuk ke Indonesia, yakni Ericsson, Volvo, Electrolux hingga Ikea.

Sebut Rusia bad boy

Meski Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu dalam sejumlah kesempatan mengatakan pemerintah Indonesia kemungkinan besar akan memilih Sukhoi Su-35 dibanding JAS 39 Gripen produksi Saab atau F-16 Viper keluaran Lockheed Martin, Peter mengatakan perusahaannya tidak akan patah arang sampai keputusan benar-benar dibuat oleh pemerintah RI.

Alasan lain yang membuat Saab percaya diri adalah kecenderungan politik internasional belakangan ini, di mana Rusia memutuskan untuk menganeksasi Crimea dan menyerang basis pertahanan ISIS di Suriah –yang berujung pada tudingan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bahwa Rusia menggunakan jet tempur Sukhoi untuk menyasar tak hanya ISIS, tapi juga kelompok pemberontak yang melawan Presiden Suriah.

“Saat ini Rusia berstatus sebagai bad boy di dunia internasional. Keputusan politik global dapat mempengaruhi kompetisi antara Saab dan Sukhoi,” ujar Peter.

Tahun 2013, Brasil sepakat membeli 36 jet tempur Gripen buatan Saab senilai kurang lebih US$5,44 miliar. Kemudian pekan lalu, Presiden Brasil Dilma Rousseff terbang ke Swedia untuk menemui Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven, dan berkata proyek pengadaan 36 jet tempur itu sebagai salah satu program penting pemerintahannya.

Sebelum memilih Gripen, Brasil memiliki dua opsi tawaran lainnya, yakni F/A-18E/F Super Hornet keluaran Lockheed Martin dan pesawat tempur Rafale buatan pabrikan asal Perancis, Dassault.

Brasil kini menjadi negara keenam yang mengoperasikan Gripen. Lima negara lainnya adalah Swedia sendiri, Afrika Selatan, Hungaria, Republik Ceko, dan Thailand.

Khusus untuk Thailand, Peter menyebut Negara Gajah Putih itu merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki kedaulatan penuh atas ruang udaranya.

Dengan membeli jet tempur Gripen, kata Peter berupaya meyakinkan, suatu negara tak hanya membeli pesawat, tapi juga sistem pertahanan udara yang independen.

Peter mengklaim, bekerja sama dengan Saab berarti menghindar dari ketergantungan terhadap negara-negara tradisional di jajaran industri militer global.

Berdasarkan penelusuran, Thailand tahun 2007 membeli enam Gripen senilai US$1,1 miliar. Serupa dengan Indonesia, pengadaan jet tempur itu digelar untuk menggantikan jet tempur Northrop F-5 yang telah uzur.

Tiga tahun sesudah pemesanan pertama itu, Thailand kembali memesan 12 Gripen dari Saab.

Peter mengatakan, perusahaannya juga bersaing dengan Sukhoi pada proyek pengadaan jet tempur di Thailand itu. Kini Saab pun akan mengulangi hal yang sama di Indonesia.


Credit  CNN Indonesia