Jumat, 30 Oktober 2015

Puluhan Ribu Orang di Daftar Teroris AS Telah Tewas


Puluhan Ribu Orang di Daftar Teroris AS Telah Tewas Ilustrasi Teroris (Jupiterimages/Thinkstock)
 
 
Washington, D.C., CB -- Lebih dari 16 ribu orang di daftar Amerika Serikat ternyata telah tewas, baik sudah dikonfirmasi atau dilaporkan meninggal dunia. Masih adanya nama-nama itu di daftar buronan teroris AS disebut akan menimbulkan  banyak masalah.

Diberitakan Sputnik, Kamis (29/10), hal ini terungkap dalam bocoran dokumen penilaian oleh Kantor Intelijen dan Analisis di Departemen Keamanan Dalam Negeri AS atau DHS yang diterima oleh situs The Intercept. DHS menyebutnya sebagai kerusakan sistem "pengawasan".


Menurut Direktur lembaga American Civil Liberty Union’s National Security Project, Hina Shamsi, tidak hanya orang yang sudah meninggal, tapi juga banyak nama orang yang masih hidup dan tidak bersalah masuk dalam daftar AS. Hal ini akan berujung pada penangkapan dan pengadilan terhadap orang yang tidak berdosa.

Selain itu, masalah lainnya adalah banyaknya lembaga keamanan di AS yang membuat daftar nama sendiri, menyebabkannya tumpang tindih. Contohnya, Pusat Pemberantasan Terorisme Nasional, NCTC, Kementerian Keuangan dan FBI semuanya mempunyai daftar pencarian teroris yang berbeda, tidak satu dokumen.

Total ada 1,8 juta nama orang dalam daftar terorisme AS. Menurut beberapa pejabat badan keamanan AS dalam email yang diretas dan dirilis WikiLeaks, jumlah itu terlalu besar.

"Terlalu banyak, jumlahnya 7 persen dari populasi IZ (Irak)," tulis email tersebut.

Mike German, mantan agen FBI yang dikutip The Intercept mengatakan bahwa banyaknya nama orang yang telah meninggal di daftar buronan merupakan kesalahan sistem. "Ketika nama dalam daftar mencapai lebih dari sejuta nama, atau mendekati sejuta nama, maka dokumen itu menjadi tidak berguna," ujar German.

The Intercept melaporkan, sekitar 30 persen nama di daftar teroris dimasukkan atas dasar informasi yang kedaluwarsa. Bahkan, 50 persen dari nama di daftar teroris FBI sama sekali tidak tergabung dalam kelompok teror manapun.

Namun pejabat AS dalam dokumen itu berdalih, menyimpan nama orang yang sudah meninggal diperlukan untuk keperluan pemeriksaan. Dikhawatirkan, identitas orang tersebut digunakan oleh teroris yang lainnya.

Credit  CNN Indonesia