Rabu, 28 Oktober 2015

Utusan PBB Desak Jepang Larang Peredaran Komik Manga

Ilustrasi toko manga jepang (Foto: Japan Japan Japan network)
Ilustrasi toko manga jepang (Foto: Japan Japan Japan network)
TOKYO  (CB) – Utusan khusus PBB baru-baru ini mendesak Pemerintah Jepang untuk melarang komik manga yang menampilkan gambar sensual kepada anak-anak, setelah Tokyo pada 2014 sepakat mematuhi aturan dengan negara-negara G7 lain untuk mengkriminalisasikan kepemilikan material pornografi anak.
Sebagaimana diketahui di Jepang, gambar-gambar sensual dalam buku komik manga masih tetap legal berdasar undang-undang baru, yang akan berlaku mulai musim panas ini. Sementara buku-buku dan video anak-anak dalam pose yang mengundang secara seksual masih tersebar luas di sana.
Para penggerak yang peduli akan hal itu sejak lama mendesak Jepang untuk memperketat aturan mengenai pornografi anak, dan mengeluhkan bahwa negara tersebut merupakan sumber utama bahan-bahan itu di dunia saat ini.
“Berbicara mengenai kekhususan, konten pornografi anak yang berbau pornografi, peredaran manga seharusnya dilarang,” ujar pelapor khusus PBB untuk masalah penjualan anak, prostitusi dan pornografi anak, Maud de Boer Buquicchio kepada wartawan di Jepang, sebagaimana diwartakan AFP, Rabu (28/10/2015).
Namun, ia mengakui tantangan dalam menemukan keseimbangan yang pas antara kebebasan artistik dan kebutuhan untuk melindungi anak-anak memang terus bergejolak
“Saya dapat menerima bahwa argumen kebebasan berekspresi harus diutamakan, harus menang ketika berbicara mengenai pornografi dewasa. Namun, untuk masalah anak-anak saya pikir tidak bisa ditolerir,” tambahnya.
Di samping seruan untuk memasukkan gambar-gambar manga dalam aturan baru itu, muncul penolakan keras dari para kreator manga, advokat kebebasan berbicara, dan penerbit buku, yang mengatakan bahwa larangan itu akan melanggar kebebasan berekspresi dan memungkinkan pihak berwenang membuat keputusan semena-mena mengenai seni.
Gambar-gambar dalam buku komik manga yang masih dinyatakan legal itu berupa foto dan material lain yang menampakkan visual anak-anak setengah telanjang mengenakan baju minim, seperti bikini kecil.
“Semua ini jelas memang bisnis yang menggiurkan. Apa yang mengkhawatirkan adalah, seolah-olah ada tren yang sepertinya diterima dan ditolerir secara sosial,” ucap utusan khusus PBB itu.
“Prostitusi anak di Jepang memang sudah turun, namun material yang menampakkan pelecehan anak mulai kembali menjamur. Penyebabnya adalah kemiskinan, kesetaraan gender yang kurang, toleransi sosial, dan sedikitnya tuntutan hukum,” pungkasnya.





Credit Okezone