Kamis, 29 Oktober 2015

Uni Eropa Terancam Pecah oleh Krisis Pengungsi?


 
DW Arus pengungsi membanjiri Eropa

  CB — Krisis pengungsi membuat disintegrasi Eropa. Walau dijanjikan bantuan, sejumlah negara Balkan tetap tak mampu tangani arus pengungsi. Situasi di Serbia masih kacau balau, dan Slovenia menunggu bantuan aparat keamanan.

Arus pengungsi dari Suriah, Afganistan, dan Irak terus mengalir tak terbendung ke Eropa. Barisan panjang puluhan ribu pengungsi di perbatasan Slovenia kini menjadi simbol dari krisis berat yang harus dihadapi Eropa.

Negara-negara transit, khususnya di Balkan, kekurangan infrastruktur. Setiap hari, lebih dari 10.000 pengungsi menunggu di Presevo untuk melintasi perbatasan Macedonia-Serbia, sementara di kamp hanya tersedia 12 toilet.

Kecaman terhadap politik "naif", terutama dari Kanselir Jerman Angela Merkel yang melontarkan sinyal mempersilakan datang bagi pengungsi yang bisa melakukan perjalanan ke Eropa juga makin kencang dilontarkan.

Pesan Jerman itu semula hanya ditujukan kepada warga Suriah yang dicabik perang saudara di negerinya. Dengan mempertaruhkan nyawa, ratusan ribu pengungsi berbondong-bondong datang ke Eropa untuk menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan.

Eksodus massal sudah bergerak. Tak ada yang mampu lagi menghentikannya. Arus ini juga melibatkan warga dari negara lain yang juga merasa terancam. Baik dari Irak, Afganistan, maupun negara lainnya.

Mereka termasuk "pengungsi ekonomi" yang sulit disalahkan karena mencari kehidupan yang lebih baik. Setelah Hongaria menutup perbatasannya, pengungsi kini mencari rute lain, melintasi Balkan, seperti terlihat dalam grafik.

DW Rute yang digunakan pengungsi ketika melewati Balkan

Jerman memang sigap mengantisipasi, walau sejumlah negara bagian kini mengakui sudah kewalahan. Sesuai kesepakatan KTT darurat di Brussel, yang berisi 17 poin aksi, Jerman juga akan segera mengirim bantuan polisi ke negara mitra Uni Eropa, Slovenia, yang kewalahan menjaga keamanannya.

Uni Eropa memutuskan pengiriman 400 tambahan polisi ke Slovenia. Dalam waktu bersamaan, jumlah personel dari satuan penjaga perbatasan Uni Eropa, Frontex, akan ditambah.

Krisis politik di Jerman

Pemerintah di Berlin juga menggagas wacana mengusir pengungsi dari Afganistan sebagai langkah prioritas. Alasannya, situasi di Kabul sudah aman. Namun, Afganistan bukan Kabul, dan situasi di negeri ini juga membahayakan nyawa.

Taliban menguasai hampir seluruh negeri, dan Kabul hanyalah satu titik yang "relatif" aman saat ini, demikian komentar kepala redaksi DW Afganistan, Florian Wiegand.

Realitanya, situasi politik di dalam negeri Jerman kini juga makin panas. Akibat krisis pengungsi, gerakan anti-Islam, Pegida, makin banyak mendapat dukungan.

Kebijakan Kanselir Merkel, yang secara unilateral mengundang pengungsi Suriah, juga memiliki konsekuensi politik di dalam partainya, CDU. Kini, suara tidak puas, bahkan marah, makin banyak dilontarkan anggota CDU.

Sejumlah anggota kenamaan dari daerah pemilihan bahkan mengancam akan keluar dari partai. Foto selfie Merkel dengan seorang pengungsi memicu kritik yang amat keras. Sikap itu dinilai sudah melewati kepatutan politik.

 
DW Selfie Angela Merkel dengan pengungsi yang membuat berang kalangan petinggi partai CDU

Periset partai, Oskar Niedermayer, mengatakan kepada DW bahwa Merkel berusaha sekuat tenaga untuk menjaga citra. Namun, pakar ilmu politik kenamaan itu menegaskan, keretakan dalam tubuh partai mulai membesar. Komunikasi internal kini juga tidak berfungsi.

Ketua partai CSU di Bayern yang merupakan gandengan CDU, Horst Seehofer, bahkan sudah melontarkan ancaman bernada keras serta ultimatum kepada Merkel untuk secepatnya membatasi jumlah pengungsi yang diterima di negara bagiannya.

Para analis politik menyatakan, krisis pengungsi sudah mencapai satu titik kulminasi. Ketangguhan seluruh tatanan Uni Eropa diuji. Kondisi ini sekaligus mengguncang politik dalam negeri Jerman serta klaim Kanselir Merkel sebagai tokoh terkemuka di Eropa.


Credit  Kompas.com