Selasa, 27 Oktober 2015

Sebelum Suriah, Serangan Udara Rusia Sering Tak Tepat Sasaran


Sebelum Suriah, Serangan Udara Rusia Sering Tak Tepat Sasaran Pesawat Su-34 milir Rusia menjatuhkan bom di Suriah. (Reuters/Ministry of Defence of the Russian Federation)
 
Jakarta, CB -- Halaman apartemen di Kota Gori, Georgia, dianggap sebagian orang dapat menjadi petunjuk apakah serangan udara Rusia di Suriah dapat seakurat yang dijanjikan Kremlin kepada dunia.

Di halaman depan apartemen tersebut, tedapat kamp darurat bagi lima warga yang tewas saat perang Rusia-Georgia pada Agustus 2008. Kala itu, jet tempur Rusia sebenarnya menarget tank. Namun, pasukan Rusia salah sasaran dan malah mengenai bangunan apartemen.

"Jadi, apakah kami dapat mengatakan bahwa serangan mereka akurat? Saya rasa tidak," ujar seorang warga Gori, Avtandil Makharadze, sambil berdiri di depan blok apartemen yang kini tengah dibangun kembali.

Sebelum menggempur Suriah pada bulan lalu, perang dengan Georgia ini merupakan kali terakhir Rusia mengirimkan pasukan udara untuk melakukan serangan. Selain di apartemen, pasukan Rusia juga salah menarget rumah sakit, pos penjagaan tepi pantai, dan hutan sehingga menyebabkan kebakaran besar.


Diberitakan Reuters, berbagai tidak akuratnya serangan Rusia di Georgia ini dianggap dapat menjadi cermin terhadap Suriah. Hal paling mendasar menurut beberapa ahli adalah presisi penggunaan senjata oleh pasukan Rusia.

Beberapa ahli melihat, sebagaian besar amunisi Suriah masih merupakan "bom bodoh" seperti yang terjadi di Georgia. Batu Kelia, tokoh yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Georgia saat konflik 2008, mengatakan bahwa 50 persen serangan udara Rusia di Georgia tak tepat sasaran. Tak hanya itu, 40 persen bom yang dilontarkan juga tidak meledak.

"Tentara Rusia adalah warisan dari tentara Soviet dan akurasi sebuah serangan tak pernah menjadi prioritas mereka," kata Kutelia.

Sebuah wawancara dengan pejabat keamanan Georgia dan studi ahli militer AS menjabarkan tiga alasan utama keakuratan pemboman Rusia pada 2008.

Pertama adalah kegagalan menetralisasi keadaan setelah adanya serangan rudal anti-pesawat dari Georgia. Ketajaman intelijen merupakan masalah kedua. Menurut Kutelia, pasukan udara Rusia banyak menggunakan peta era-Soviet untuk merencanakan serangan.

"Banyak objek militer dalam peta tersebut tak lagi digunakan pada 2008. Itu juga merupakan salah satu alasan mengapa banyak serangan udara mereka tidak akurat," ucapnya.

Masalah ketiga adalah ketergantungan Rusia terhadap amunisi tak terarah. Saat menggempur Georgia, Rusia memakai pesawat Su-24 dan Su-25, tipe yang dipakai sejak era Soviet. Jenis ini hanya menembakkan amunisi yang sudah diarahkan sesuai sistem.

Sistem posisi global pesawat tersebut sering kali rusak. Kala itu, pesawat canggih Rusia, GLONASS, belum siap beroperasi.

Namun tetap ada perbedaan antara kedua serangan ini. Kini, militer Rusia sudah mengalami kemajuan pesat sejak perang Georgia.

Di Suriah, Rusia sudah menggunakan pesawat GLONASS. Mereka juga masih menerjunkan pesawat tempur Su-34 untuk melontarkan bom KAB. Bedanya, kebanyakan aramada SU-34 ini sudah diperbarui dengan sistem amunisi terkontrol. Rusia bahkan sudah menggunakan kapal Kalibr yang dapat meluncurkan rudal dari Laut Kaspia.

Tak seperti di Georgia, di Suriah juga tidak ada rudal anti-pesawat yang menembaki jet Rusia. Hal ini memudahkan Rusia untuk mengambil waktu lebih panjang agar mencapai target dengan tepat.

Ketidakakuratan serangan sebenarnya tak hanya dialami Rusia. Beberapa operasi militer lain, seperti NATO dan AS di Irak, Afghanistan, Yaman, Libya, dan Kosovo, juga kerap meleset dari target.

Pada bulan ini misalnya, serangan udara AS mengalami kesalahan sasaran sehingga menghancurkan sebuah rumah sakit di Kota Kunduz, Afghanistan, dan menewaskan setidaknya 23 orang.


Credit  CNN Indonesia