Kamis, 20 Agustus 2015

Menuju Seabad Indonesia Nomor 4 Sedunia


Pendiri PDBI Christianto Wibisono. Foto: MI/Susanto.
Pendiri PDBI Christianto Wibisono. Foto: MI/Susanto.
Christianto Wibisono, Pendiri Pusat Data dan Bisnis Indonesia

Majalah The Economist Juni 2015 percaya Indonesia bisa jadi ekonomi nomor 4 sedunia, sementara elite kita pesimistis dan kurang percaya diri, sehingga Presiden Jokowi seolah the only person yang assertive terhadap optimisme The Economist.

Memang ironis, sebab istilah Indonesia ialah ciptaan James Richardson Logan 1850 yang kemudian diadopsi elite nasional Indonesia untuk menyebut satuan geopolitik yang sekarang dikenal sebagai nation state Indonesia.

Ironis juga bahwa Indonesia ialah satu-satunya negara bekas jajahan yang membayar ganti rugi utang kepada pemerintah kolonialnya senilai US$1,1 miliar, atau 4,3 miliar gulden, sesuai perjanjian KMB. Pada 1950, kurs rupiah setara dengan kurs dolar Malaya (waktu itu belum merdeka dan Malaysia baru lahir 1963). Kemudian, hanya dua tahun, Singapura pecah dari Malaysia pada 1965. Sekarang US$ melejit 3 kali lipat ringgit Malaysia dan nyaris 10.000 kali rupiah kita!.

Selama 70 tahun, masyarakat Indonesia telah memberikan pinjaman nasional 1946 hampir 318 juta gulden dari Jawa dan 208 juta gulden dari Sumatra serta delapan kali mengalami sanering, devaluasi, dan redenominasi (SDR), serta pinjaman dan ketidakberdayaan mempertahankan nilai tukar yang bermartabat untuk mata uang rupiah.

Kelas menengah dan rakyat Indonesia telah delapan kali dipinjam paksa oleh pemerintah melalui gebrakan SDR2.0. Istilah itu diciptakan PDBI untuk membedakan dari SDR 1.0 special drawing right, istilah IMF untuk cadangan devisa global sekeranjang empat valuta (dolar, euro, pound sterling, dan yen).

Pada 4 Agustus 2015, IMF mengumumkan bahwa Yuan belum dimasukkan dalam keranjang SDR dan akan ditinjau pada 1 Oktober 2016. Dalam seminggu, pemerintah Tiongkok melakukan retaliasi atas 'pelecehan' IMF, malah mendevaluasikan yuan. Padahal, cadangan devisa Tiongkok sebesar US$4 triliun ialah yang terbesar sedunia. Gebrakan devaluasi hanya 1,9% ini bertentangan dengan 'pakem ekonomi klasik' mirip jurus drunken master (kungfu mabuk). Tiongkok menolak dipaksa oleh AS merevaluasi yuan karena belajar dari sejarah Jepang yang dipaksa oleh G5 dalam Plaza Accord 1985, untuk merevaluasi yen berdampak stagnasi ekonomi Jepang selama dua dasawarsa (1985-2005).

Indonesia sebagai akibat kebijakan pemerintah yang kontraproduktif selalu mengalami defisit APBN sejak 1953. Pada 1951 dan 1952, RI surplus Rp1.185 miliar dan Rp7.271 miliar karena rezeki pemasok karet untuk Perang Korea (25 Juni 1951-22 Juli 1953). Mulai 1963, APBN defisit sampai 1968, Presiden Soeharto memperkenalkan istilah anggaran berimbang, dengan defisit dibiayai dari utang luar negeri yang diberi nama 'penerimaan pembangunan'.

Dalam era Presiden Soekarno, tiga menteri keuangan yang berbeda 'ideologi', semuanya melakukan pelbagai jurus dari gunting uang, sanering, sampai redenominasi. Presiden Soeharto melakukan lima kali devaluasi. Menkeu terlama 15 tahun (1968-1983), yakni Prof DR Ali Wardhana, teknokrat Berkeley, menurunkan nilai rupiah tiga kali dalam delapan tahun, dari Rp290 ke 378-ke 415-ke 625. Menkeu Radius Prawiro, alumnus Rotterdam, dalam tiga tahun melakukan dua kali devaluasi pada 30 Maret 1983, dari 702,50 ke 970 dan 12 September 1986, dari 1.134 ke 1.664. Menkeu Sumarlin dipesan wanti-wanti oleh Presiden Soeharto untuk tidak melakukan devaluasi sebab HM Soeharto malu bolak-balik pidato, tidak akan ada devaluasi. Malah lima kali devaluasi dalam 16 tahun (1970-1986). Karena itu, dalam Perang Teluk pada 1991, Menkeu Sumarlin melakukan TMP (tight money policy), kebijakan uang ketat Gebrakan Sumarlin.

Ketika krisis Baht merebak pada 2 Juli 1997, berdasarkan data historis linear PDBI langsung mengusulkan kepada pemerintah agar segera menyerah dengan mendevaluasi rupiah dari Rp2.250 ke Rp5.000 langsung. Hal ini untuk mencegah terulangnya skenario Soros menggebuk Bank of England dan menjatuhkan pound sterling pada 1992. Usulan PDBI yang sejak liberalisasi sektor keuangan 1988, juga mengusulkan pembentukan LPS model FDIC (lembaga penjamin deposito di AS) tidak digubris.

Malah kurs rupiah diambangkan atau di-unpeg tidak di-pegged lagi. Kemudian, IMF secara ceroboh menutup 16 bank tanpa sadar bahwa Indonesia belum memiliki LPS. Maka, rupiah jatuh bebas, bahkan hingga Rp17.000 ketika Presiden Soeharto mengumumkan Habibie sebagai cawapres. Akhir Februari menjelang sidang umum pengangkatan kembali HM Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya, HM Soeharto mengundang Steve Hanke yang menyarankan penerapan currency board system (CBS) dan mematok dolar pada Rp5.500. Suatu resep yang terlambat tujuh bulan yang harus dilakukan segera pada Juli 1997, bukan Februari 1998.

Melalui transisi tiga presiden dalam enam tahun hingga presiden keenam, rupiah yang sempat terpuruk Rp17.000 kembali menemukan yang relatif tidak meresahkan masyarakat. Namun, tren penurunan yang dialami presiden ke-7 ini dibayangi bisa terpuruk lagi.

Memantau perkembangan empiris historis kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya, yang menjadi salah satu faktor pemicu krismon ialah behavior masyarakat seperti kesimpulan KTT ekonom mazhab behavioris Oktober 1985 pasca-Yendaka.

Dapatkah kredibilitas dan kepercayaan kepada presiden ke-7 ini memulihkan kepercayaan rakyat kepada rupiah?

Dalam kaitan itulah, PDBI mengusulkan gebrakan sinergis SDR 2.0 simultan 3-in-1. Pemerintah akan mengeluarkan obligasi pembiayaan infrastruktur nasional strategis jangka panjang 30 tahun jatuh tempo 2045 bertepatan dengan seabad Indonesia. Pemerintah menetapkan kurs tetap 1 US$, setara dengan Rp15.000 uang lama yang akan diredenominasi menjadi Rp1 rupiah seabad.

Program Obligasi Trust Nasional Seabad Indonesia ini akan merupakan capital expenditure dan investasi aset nasional strategis untuk membiayai regular liners services Poros Maritim kawasan arkipelagik Indonesia Timur jalan raya dan kereta api trans-Jawa, serta trans-Sumatra, trans-Kalimantan, trans-Sulawesi, dan jalur-jalur MRT di Jakarta serta lima kota metropolitan lain. Investasi mendasar lain di sektor energi, termasuk nuklir dan pendalaman industry manufacturing serta penyediaan lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan armada perikanan secara besar-besaran menuju kedaulatan pangan yang realistis.

Kelas menengah Indonesia yang menyimpan dananya, agar aman dari serial SDR presiden yang hanya bersifat reaktif konsumtif pasti akan merelakan dananya memperoleh win-win profit SDR 2.0, menikmati bunga dan kemantapan kurs serta membiayai perekonomian nasional secara efektif. Jepang membangun negaranya dengan APBN 95 triliun, hanya 50 triliun dari pajak dan 45 triliun dari obligasi.

Credit  Metrotvnews.com