Irak melakukan digitalisasi naskah
kuno untuk menghindari perusakan barang bersejarah negara ini oleh ISIS,
seperti bangunan bersejarah di kota kuno Hatra. (Wikipedia/Victrav)
Dikutip dari Al-Arabiya, sebagian besar naskah bersejarah yang akan melalui proses digitalisasi merupakan lembaran kertas yang sudah menguning, rapuh dan dipenuhi debu. Naskah tersebut mengandung cerita soal raja dan sultan Irak, kaum imperialis dan sosialis, masa pendudukan dan pembebasan berbagai wilayah di Irak serta masa perang dan perjanjian damai.
Para pustakawan dan akademisi di Baghdad bekerja keras untuk melestarikan naskah bersejarah yang tersisa, setelah ribuan dokumen hilang atau rusak oleh serangan ISIS di Mosul ataupun serangan udara dari koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat.
Proses digitalisasi dilakukan di dalam kamar gelap di kantor belakang perpustakaan. Para pustakawan menggunakan pencahayaan khusus untuk memotret sejumlah naskah berharga.
Kepala Departemen Mikrofilm, Mazin Ibrahim Ismail, memaparkan mereka tengah melakukan uji digitalisasi dengan menggunakan dokumen dari Kementerian Dalam Negeri di bawah pemerintahan raja terakhir Irak, Faisal II, yang memerintah tahun 1939 hingga 1958.
|
Dia mengatakan arsip digital diperlukan untuk memastikan pemeliharan dokumen tersebut di masa depan. Namun, naskah digital ini sayangnya tidak segera bisa diakses oleh publik.
Ismail mengungkapkan beberapa naskah robek sementara yang lainnya sangat rapuh karena penuaan. Banyak pula naskah yang lembarannya telah menyatu.
"Kami menerapkan sistem penguapan menggunakan alat khusus untuk mencoba melonggarkan dan memisahkan halaman buku-buku sejarah yang sudah menyatu," kata Fatma Khudair, karyawan senior di departemen restorasi.
Proses digitalisasi diawalai dengan mensterilkan naskah dan dokumen bersejarah selama 48 jam, mencuci debu dan kotoran lain yang terakumulasi dari waktu ke waktu. Setelah itu, naskah tersebut ditelusuri halaman per halaman.
Dokumen yang memiliki tepi yang robek atau yang terlalu halus kemudian dilapisi dengan selembar tisu dan kertas khusus untuk konservasi buku dan restorasi agar lebih kuat dan tahan lama.
Perpustakaan Nasional Baghdad didirikan oleh Inggris pada 1920 atas berbagai dana sumbangan. Perpustakaan ini menjadi saksi bisu konflik berkepanjangan yang terjadi di kota ini.
Dalam kerusuhan yang terjadi ketika masa pendudukan AS pada 2003 lalu, perpustakaan ini sempat dibakar, menyebabkan sekitar 25 persen buku dan 60 persen arsip kuno, termasuk naskah dari era Ottoman hangus terbakar.
Arsip dari kementerian dalam negeri periode 1920 hingga 1977 untungnya berhasil diselamatkan dari lalapan api karena disimpan di dalam karung beras.
Credit CNN Indonesia