DUBLIN
- Senat Irlandia meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang
impor produk dari Israel. Langkah senat ini telah membuka jalan bagi
negara itu untuk menjadi negara Uni Eropa pertama yang memberlakukan
boikot terhadap rezim Zionis.
RUU yang berpotensi memicu kemarahan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ini melarang perdagangan dengan dan dukungan ekonomi untuk permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Setelah disetujui di majelis tinggi parlemen Irlandia atau Seanad, RUU itu harus mendapat persetujuan mayoritas majelis rendah sebelum menjadi produk hukum.
Voting RUU oleh Senat Irlandia seharusnya telah dilakukan Januari lalu. Namun, ditunda atas permintaan pemerintah yang telah didesak Israel. Kala itu, Kementerian Luar Negeri Israel memanggil duta besar Irlandia untuk Israel, Alison Kelly, sebagai upaya tekanan Tel Aviv terhadap Dublin.
Sekadar diketahui, Israel mengambil alih Tepi Barat dari Yordania pada tahun 1967. Tepi Barat merupakan tanah di mana Palestina berharap untuk mendirikan negara merdeka. Sekitar 600.000 pemukim Yahudi tinggal di wilayah-wilayah yang diduduki Israel seperti di Yerusalem timur, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan.
Nilai ekspor produk Israel ke Irlandia mencapai 500.000 Euro hingga 1 juta Euro per tahun. Namun, para legislator pendukung RUU itu menyatakan bahwa keputusan senat Irlandia bisa membuka jalan bagi negara-negara Uni Eropa lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Netanyahu telah mencela RUU itu. "(RUU) telah memberikan daya tarik bagi mereka yang berusaha memboikot Israel dan benar-benar bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas dan keadilan," kata Netanyahu.
Kendati demikian, RUU itu tidak melarang semua produk Israel, melainkan hanya produk yang dihasilkan dari wilayah permukiman ilegal di wilayah pendudukan.
Frances Black, senator independen yang mensponsori RUU itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan sebelum pemungutan suara bahwa perdagangan barang-barang (dari wilayah) permukiman menopang ketidakadilan," katanya.
"Di wilayah pendudukan, orang-orang diusir dari rumah mereka, lahan pertanian subur disita, buah dan sayuran yang dihasilkan kemudian dijual di rak-rak Irlandia untuk membayar semuanya," katanya.
"Permukiman ini adalah kejahatan perang, dan sudah waktunya bagi Irlandia untuk menunjukkan kepemimpinannya dan menolak untuk mendukung mereka," ujarnya, dikutip The Guardian, Kamis (12/7/2018).
RUU itu tidak menyebut nama Israel, namun mengacu pada "kekuatan pendudukan" dan "pemukim ilegal".
Pada 2015, Uni Eropa mengeluarkan panduan untuk pelabelan produk dari pemukiman Israel, yang dianggap ilegal dan mengatakan bahwa produk itu menjadi halangan bagi perdamaian.
RUU yang berpotensi memicu kemarahan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ini melarang perdagangan dengan dan dukungan ekonomi untuk permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Setelah disetujui di majelis tinggi parlemen Irlandia atau Seanad, RUU itu harus mendapat persetujuan mayoritas majelis rendah sebelum menjadi produk hukum.
Voting RUU oleh Senat Irlandia seharusnya telah dilakukan Januari lalu. Namun, ditunda atas permintaan pemerintah yang telah didesak Israel. Kala itu, Kementerian Luar Negeri Israel memanggil duta besar Irlandia untuk Israel, Alison Kelly, sebagai upaya tekanan Tel Aviv terhadap Dublin.
Sekadar diketahui, Israel mengambil alih Tepi Barat dari Yordania pada tahun 1967. Tepi Barat merupakan tanah di mana Palestina berharap untuk mendirikan negara merdeka. Sekitar 600.000 pemukim Yahudi tinggal di wilayah-wilayah yang diduduki Israel seperti di Yerusalem timur, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan.
Nilai ekspor produk Israel ke Irlandia mencapai 500.000 Euro hingga 1 juta Euro per tahun. Namun, para legislator pendukung RUU itu menyatakan bahwa keputusan senat Irlandia bisa membuka jalan bagi negara-negara Uni Eropa lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Netanyahu telah mencela RUU itu. "(RUU) telah memberikan daya tarik bagi mereka yang berusaha memboikot Israel dan benar-benar bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas dan keadilan," kata Netanyahu.
Kendati demikian, RUU itu tidak melarang semua produk Israel, melainkan hanya produk yang dihasilkan dari wilayah permukiman ilegal di wilayah pendudukan.
Frances Black, senator independen yang mensponsori RUU itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan sebelum pemungutan suara bahwa perdagangan barang-barang (dari wilayah) permukiman menopang ketidakadilan," katanya.
"Di wilayah pendudukan, orang-orang diusir dari rumah mereka, lahan pertanian subur disita, buah dan sayuran yang dihasilkan kemudian dijual di rak-rak Irlandia untuk membayar semuanya," katanya.
"Permukiman ini adalah kejahatan perang, dan sudah waktunya bagi Irlandia untuk menunjukkan kepemimpinannya dan menolak untuk mendukung mereka," ujarnya, dikutip The Guardian, Kamis (12/7/2018).
RUU itu tidak menyebut nama Israel, namun mengacu pada "kekuatan pendudukan" dan "pemukim ilegal".
Pada 2015, Uni Eropa mengeluarkan panduan untuk pelabelan produk dari pemukiman Israel, yang dianggap ilegal dan mengatakan bahwa produk itu menjadi halangan bagi perdamaian.
Credit sindonews.com