Senin, 30 Juli 2018

Ini Skenario Penghancuran Masjid Al-Aqsha

Masjid Al Aqsha
Masjid Al Aqsha
Foto: EPA/Jim Hollander

Apakah Masjid al-Aqsha benar-benar akan diruntuhkan? Lalu, apa yang akan dibangun di atas kompleks Masjid al-Aqsha (al Haram al-Sharif)? Eskatologi Israel mengonfirmasi bahwa di atasnya akan dibangun Kuil Sulaiman Ketiga (the third temple). Model kuil ketiga ini sudah banyak beredar.

Menurut keyakinan orang Yahudi, kuil tersebut akan dibangun oleh messiah yang mereka tunggu kedatangannya. Sang messiah juga akan merestorasi Israel seperti era keemasannya di masa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, mengembalikan orang Yahudi ke Israel, dan memimpin dunia dari Yerusalem.

Tapi, messiah yang mereka tunggu bukanlah Nabi Isa al-Masih sebagaimana yang dinanti oleh umat Islam dan Kristen, karena mereka telah menolaknya. Mereka menantikan messiah yang lain.

Di Israel, gerakan untuk membangun Kuil Ketiga ini sudah marak dilakukan oleh berbagai lembaga. Salah satunya adalah The Temple Institute atau Machon HaMikdash. Organisasi yang didirikan dan dipimpin Rabi Yisrael Ariel, ini, tanpa malu-malu memublikasikan tujuan mereka yaitu menggusur Masjid al-Aqsa dan Masjid Kubah Batu (the Dome of Rock), kemudian menggantinya dengan Kuil Ketiga.


Mereka telah memperkenalkan gagasan dan model Kuil Ketiga itu, dalam berbagai kegiatan seperti diskusi, pameran, dan lain-lain. Logo organisasi ini adalah model Kuil Ketiga, dengan slogan build we must. Dan, kendati Perjanjian Lama dan Talmud telah mengonfirmasi bahwa kuil tersebut akan dibangun oleh messiah, Temple Institute tak sabar untuk turun tangan.

Mengutip Mosheh ben Maimon (Maimonides), filsuf Yahudi Spanyol di era Khilafah Umayyah, mereka menyatakan siapapun  yang memulai pembangunan Kuil Ketiga, berpotensi menjadi messiah.

Pandangan ini ditentang oleh sejumlah sarjana yang  menganut pemikiran Maimonides, yang  tetap menunggu sang messiah datang membangunnya.

Pembangunan Kuil Ketiga ini merupakan gagasan populer di kalangan Yahudi sayap kanan, dan secara tradisional dianggap merupakan agenda politik main streamIsrael. Tapi, pemerintah Israel masih melarang pembicaraan terbuka soal itu. 


Masjid Al Aqsha
Masjid Al Aqsha
Foto: EPA/Jim Hollander


Sejumlah kalangan di Israel menilai pembicaraan soal itu masih dibatasi karena ada anggapan Muslim akan segera melakukan Perang Dunia jika gagasan itu benar-benar terwujud. Sampai saat ini, Haram al-Sharif
masih dikelola oleh Yayasan Wakaf, sebuah lembaga keagamaan di bawah pemerintah Yordania dan Palestina.

Meski demikian, sesekali gagasan tersebut meluncur dari mulut para pejabat tinggi Israel. Salah satunya  Menteri Konstruksi dan Perumahan Israel 2013-2015, Uri Ariel, yang mengatakan sangat ingin Kuil Ketiga tersebut dibangun.


“Masjid al-Aqsha saat ini berdiri di tempat kuil pernah dibangun, padahal kuil itu lebih suci dibanding Masjid al-Aqsha. Masjid al-Aqsha hanyalah masjid suci ketiga umat Islam,” kata Uri Ariel, seperti dikutip Alray Palestinian News Agency, awal Januari 2014 lalu.

Polling Pada Juli 2013, harian terkemuka Israel, Haaretz, melansir berita hasil polling Temple Institute, bahwa sebanyak 30 persen Yahudi-Israel menginginkan Kuil Ketiga dibangun kembali, sebanyak 25 persen mengaku tak terlalu yakin, dan 45 persen menolak.

Tapi, khusus untuk kalangan religious Yahudi, jumlahnya lebih tinggi, yaitu sebanyak 43 persen menghendaki agenda tersebut terwujud. Angka ini lebih tinggi dibanding saat ditanyakan kepada kalangan ultra-orthodox dan ultranasio nalis, masing-masing hanya 20 persen yang setuju.

Sedangkan, untuk kalangan sekuler, hanya 31 persen yang setuju. Bagaimana dengan kalangan Kristen? Survei yang digelar Christianforums.com, mendapati sebagian besar pengunjung situs web tersebut (65,38 persen) menolak pendirian Kuil Ketiga, karena akan mengakibatkan perang besar, yang ongkosnya terlalu mahal ketimbang sebuah kuil.


Sebanyak 17,95 persen menyatakan setuju karena itu terdapat dalam Perjanjian Lama, Kitab Yehezkiel 40:48, dan 6,41 persen setuju pembangunan kuil karena merasa bangsanya akan diberkati jika mereka memberkati orang-orang Yahudi.

Dalam catatan sejarah, di kalangan Yahudi pengikut Nabi Isa --yang menjadi cikal bakal Nasrani-- ada anggapan bahwa kehancuran Yerusalem dan Kuil Kedua di tangan Romawi pada tahun 70, merupakan hukuman Tuhan kepada kaum Yahudi, karena mereka menolak Nabi Isa sebagai messiah.

Kalangan Kristen di Palestina, sejak pendudukan Israel, juga termasuk yang tertindas.  Meski pemerintah Israel tak mau membuka wacana ini, bahkan melarang pejabatnya mengunjungi kompleks Haram al-Sharif, karena khawatir dianggap melakukan provokasi, namun mereka menjalankan agenda tersebut dengan cara yang lain Yaitu, meneruskan penggalian di kompleks Masjid al-Aqsa

Penggalian untuk kepentingan arkeologis di sekitar Kompleks Mas jid al-Aqsha se benarnya telah berlangsung lama. Bahkan, sejak tahun 1870, saat wilayah tersebut masih berada di bawah Khilafah Ustmani, para insinyur dari Kerajaan Inggris telah melakukan penggalian. Tapi, peng galian tersebut kian intensif dilakukan setelah Israel merebut Yerusalem Timur dari tangan bangsa Arab (Yordania) pada 1967.

Kompleks al-Haram al-Sharif terletak di Kota Tua di Yerusalem Timur. Di Kota inilah dulu Nabi Daud dan Nabi Sulaiman memerintah. Penggalian intensif  sejak 1967 dilakukan di bawah naungan Kemen terian Urusan Agama Israel.  


Masjid Al Aqsha
Masjid Al Aqsha
Foto:


Pada 1968, penggalian dilakukan dibagian selatan Masjid al-Aqsha,  dilanjutkan dengan penggalian bagian barat Masjid al-Aqsa sejak 1970. Sejumlah terowongan pun kemu dian dibuat dibawahnya.

Penggalian yang kerap menggunakan alat berat tersebut, telah menyebabkan keretakan pada struktur bangunan-banguan suci di atasnya. Pembangunan terowongan-terowongan di kompleks tersebut, juga dikecam karena akan melemahkan fondasi bangunan di atas nya, termasuk fondasi Masjid al-Aqsa.

Bahkan, beberapa bagian fondasi Masjid al-Aqsa telah runtuh dibuatnya. Alhasil, penggalian itu dicurigai bukan lagi sekadar untuk kepentingan arkeologis, tapi upaya ter struk tur dan sis tematis untuk meruntuhkan Masjid al-Aq sha, yang kelak diganti dengan Kuil Ketiga.

Penggalian tersebut, bukan hanya menuai protes dari Muslim, tapi juga dari berbagia kalangan, termasuk lembaga seperti PBB. Namun, tak ada satu pun yang mampu menghentikan Israel.

Januari 2014, misalnya, Maan News Agency, sebuah kantor berita di Palestina,melaporkan tim arkeologi Israel kembali melakukan penggalian di sekitar terowongan antara Masjid al-Aqsha dan Silwan.

Pihak Yayasan Masjid al-Aqsha menyatakan penggalian tersebut merupakan pro yek Israel untuk mem bangun biblical park, di area sekitar Kota Daud.

Taman itu luasnya 2.200 meter persegi, dan akan terkoneksi dengan sejum lah terowongan yang telah digali di bawah Masjid al-Aqsa. Sebagian terowongan yang dibuat Israel pernah runtuh, sehingga harus dibuka dari atas.

Akibatnya, rumah-rumah warga Palestina, jalan-jalan, dan masjid lokal terkena imbasnya. Dalam jangka panjang, penggalian yang di pusat kan di seputar al-Aqsha, mengancam kompleks suci itu. Peninggalan Nabi Sulaiman Kuil Sulaiman atau Haykal Sulaiman dibangun oleh Nabi Sulaiman sekitar tahun 962 SM. 

Dalam bahasa Ibrani, rumah suci tersebut bernama Bet Ha Mikdash, sedangkan dalam bahasa Arab disebut dengan nama Bayt al-Muqaddas atau Baitul Maq dis. Haykal tersebut pernah dua kali dihancurkan, bersama kehan curan Yerusalem.

Kehancuran Pertama terjadi saat Nebukadnezar menyerbu Kerajaan Yudea di Yerusalem pada tahun 597 SM. 
Penghancuran Kerajaan Yudea atau Yehuda, yang merupakan kera jaan terakhir Bani Israil —kelanjutan Kerajaan Daud dan Sulaiman — diikuti dengan digiringnya Bani Israil ke Babylonia, dan diperbudak di sana. Mereka dipulangkan ke Yerusalem oleh Cyrus Agung, saat penguasa Persia itu menaklukkan Baby lonia.

Cyrus Agung kemudian mem bangun Kuil Sulaiman, namun tak sampai selesai. Pembangunannya dirampungkan oleh Raja Herodus, penguasa Romawi di Yudea, sehingga kuil itu kerap pula disebut sebagai Kuil Herodus.

Kehancuran kedua terjadi saat Titus Flavius, komandan tentara Romawi, mengepung dan menghan curkan Yerusalem pada perang Yahudi-Romawi pada tahun 70. Titus belakangan menjadi Kaisar Romawi dari Dinasti Flavia. 


Masjid Al Aqsha
Masjid Al Aqsha
Foto:


Masih di bawah cengkeraman Romawi, pada tahun 136-140, Kaisar Hadrian memba ngun Kuil Yupiter di atas reruntuhan Haykal Sulaiman, setelah mengganti nama Yerusalem menjadi Aelia Ca pitolina, dan melarang orang Yahudi maupun Nasrani memasukinya.

Untuk mengenang kehancuran kedua kuil tersebut, orang Yahudi berpuasa setiap tahun, yang dikenal dengan puasa Tisha Bav.  Puasa ini mulai diperkenal kan pada abad kedua Masehi oleh para rabi Yahudi. Pada tahun 363, kaisar Romawi lain nya, Julian, dalam perjalanannya ke Persia, tiba di reruntuhan Kuil Kedua.

Dia memberi izin kepada orang Yahudi untuk membangun kembali kuil itu. Tapi, tahun itu pula, gempa bumi terjadi, dan kuil itu tak pernah dibangun lagi. Alhasil, orang-orang Yahudi beribadah di sisa tembok barat Kuil Kedua, yang kini dikenal sebagai Tembok Ratapan.

Tembok yang tersisa ini, tinggal 60 meter panjangnya. Meski demikian, menjelang kampanye pemilu, calon presiden Amerika selalu mengunjungi tempat ini.

Sekitar tahun 620, Nabi Muhammad SAW melakukan Isra dan Miraj ke Baitul Maqdis. Peristiwa ini di abadikan dalam Alquran surah al-Isra (Bani Israil). Ayat pertama surah tersebut menyebut Kuil Sulaiman sebagai Masjid al-Aqsha.
Masjid secara harfiah berarti tempat sujud. Dan, Masjidil Aqsa tersebut kemudian menjadi kiblat pertama umat Islam selama 18 bulan, sebelum dipindahkan ke Masjidil Haram di Makkah.

Sekitar tahun 636, Khalifah Umar bin Khattab merebut Ye rusalem dari tangan Romawi-Byzan tium. Selanjutnya, khalifah dari Dinasti Umayyah yang bermarkas di Damaskus, yaitu Malik Ibnu Marwan dan Al Walid I, membangun masjid di atas kompleks Kuil Sulaiman, yaitu Masjid al-Aqsha di bagian selatan dan Masjid Kubah Batu atau Qubbat asSakhrah (Dome of Rock), di bagian utara.

Pembangunan diperkirakan sekitar tahun 687 hingga 705. Tanah suci berada di bawah kontrol umat Islam sejak era Khilafah Rasyidun, Umayyah, Abbasiyah, hingga Fathimi yah, sebelum kemudian jatuh ke tangan tentara Salib.

Ketika Tanah Suci dikuasai tentara Salib, kedua masjid tersebut berubah fungsi. Masjid al-Aqsha pernah dijadikan istana Kerajaan Salib Yerusalem, sedangkan Masjid Kubah batu diubah fungsinya menjadi gereja.

Setelah Salahuddin al-Ayyubi merebut kembali Darussalam, Baitul Maqdis dikembalikan ke fungsinya semula. Itu berlanjut ke dinasti-dinasti berikutnya, hingga Ustmani. Setelah lepas dari kontrol Khilafah Ustmani, nasib Tanah Suci menjadi tidak menentu.

Orang-orang Yahudi yang tertindas di berbagai negara, bahkan mengalami nasib buruk Ho locaust, justru mempraktikkan penindasan serupa atas penduduk Palestina Muslim maupun Kristen.

Satu alasan pengusiran itu: karena mereka bukan Yahudi, sebab mereka adalah goyim. Dan kini, nasib Kompleks Masjid al-Aqsa pun berada di ujung tanduk. Di kompleks ini, ada dua bukit dalam cerita biblikal. Yaitu Bukit Zion dan Bukit Moria.

Sejumlah sumber menyebutkan bahwa kedua nama tersebut merujuk bukit yang sama. Yang jelas, di atas bukit inilah dulu berdiri Haykal Sulaiman (Temple of Mount). Di mana persisnya bukit tersebut, ada yang menyebut tepat di bawah Masjid al-Aqsha, ada yang menyebut persis di bawah Masjid Kubah Batu, ada pula yang menyebut di antara Masjid al-Aqsha dan Masjid Kubah Batu.

Yang pasti, bukit itu berada di dalam kompleks al-Haram al-Sharif. Saat ini, penggalian paling intensif justru dilakukan di sekitar Masjid al-Aqsha. Ataukah ini baru permulaan, dan hari-ha ri berikutnya kita akan menyak sikan drama dan tragedi? Wallahu alam.




Credit  republika.co.id