DAMASKUS
- Presiden Republik Arab Suriah Bashar al-Assad mengatakan, militer
Rusia dibutuhkan di negaranya untuk jangka panjang. Menurutnya,
keberadaan pasukan Moskow lebih dari sekadar memerangi teroris.
"Angkatan bersenjata Rusia diperlukan untuk keseimbangan di kawasan kami, setidaknya di Timur Tengah, sampai keseimbangan politik global berubah. Dan ini mungkin tidak terjadi, kami tidak tahu. Jadi itu penting dan perlu," kata Assad kepada kantor berita Interfax.
Menurutnya, perjanjian Suriah dengan Rusia atas penggunaan pangkalan militer Khmeimim telah ditandatangani untuk berlaku lebih dari 40 tahun. Hubungan antara kedua negara, ujar dia, bersifat jangka panjang.
Assad melanjutkan, pulangnya para pengungsi ke Suriah adalah masalah utama yang sedang dibahas antara Damaskus dan Moskow.
"Kami menyerukan kepada para pengungsi, terutama pada warga Suriah yang memiliki bisnis di sini, untuk kembali," katanya dikutip kantor berita TASS, Jumat (27/7/2018).
Dalam wawancara dengan media Rusia itu, Assad menyinggung keberadaan kelompok sukarelawan White Helmets (Helm Putih) yang beroperasi di Suriah. Menurutnya, kelompok itu adalah teroris. Dia memberikan pilihan bagi kelompok itu untuk menyerah dan minta ampunan atau mati.
"Nasib White Helmets akan sama dengan teroris lainnya. Mereka memiliki dua pilihan; meletakkan senjata mereka dan memanfaatkan amnesti yang kami tawarkan selama empat atau lima tahun terakhir, atau dibunuh seperti teroris lainnya," kata Assad.
Baginya, Helm Putih yang mengklaim sebagai kelompok sukarelawan merupakan organisasi ilegal yang beroperasi di Suriah.
"Ini adalah topeng, topeng untuk Al-Nusra (afiliasi Al-Qaeda)," katanya. "Anda memiliki video dan foto anggota grup ini yang memegang pedang dan merayakan kematian tentara Suriah," ujarnya.
"Bukti apa lagi yang Anda butuhkan bahwa mereka bukan organisasi kemanusiaan, tetapi topeng yang digunakan oleh al-Qaeda?," imbuh Assad.
Kelompok Helm Putih beroperasi hanya di wilayah yang kendali kelompok militan anti-pemerintah Suriah. Mereka mendapat dukungan dari Amerika Serikat, Inggris dan beberapa tetangga Suriah sejak konflik pecah pada tahun 2011.
"Angkatan bersenjata Rusia diperlukan untuk keseimbangan di kawasan kami, setidaknya di Timur Tengah, sampai keseimbangan politik global berubah. Dan ini mungkin tidak terjadi, kami tidak tahu. Jadi itu penting dan perlu," kata Assad kepada kantor berita Interfax.
Menurutnya, perjanjian Suriah dengan Rusia atas penggunaan pangkalan militer Khmeimim telah ditandatangani untuk berlaku lebih dari 40 tahun. Hubungan antara kedua negara, ujar dia, bersifat jangka panjang.
Assad melanjutkan, pulangnya para pengungsi ke Suriah adalah masalah utama yang sedang dibahas antara Damaskus dan Moskow.
"Kami menyerukan kepada para pengungsi, terutama pada warga Suriah yang memiliki bisnis di sini, untuk kembali," katanya dikutip kantor berita TASS, Jumat (27/7/2018).
Dalam wawancara dengan media Rusia itu, Assad menyinggung keberadaan kelompok sukarelawan White Helmets (Helm Putih) yang beroperasi di Suriah. Menurutnya, kelompok itu adalah teroris. Dia memberikan pilihan bagi kelompok itu untuk menyerah dan minta ampunan atau mati.
"Nasib White Helmets akan sama dengan teroris lainnya. Mereka memiliki dua pilihan; meletakkan senjata mereka dan memanfaatkan amnesti yang kami tawarkan selama empat atau lima tahun terakhir, atau dibunuh seperti teroris lainnya," kata Assad.
Baginya, Helm Putih yang mengklaim sebagai kelompok sukarelawan merupakan organisasi ilegal yang beroperasi di Suriah.
"Ini adalah topeng, topeng untuk Al-Nusra (afiliasi Al-Qaeda)," katanya. "Anda memiliki video dan foto anggota grup ini yang memegang pedang dan merayakan kematian tentara Suriah," ujarnya.
"Bukti apa lagi yang Anda butuhkan bahwa mereka bukan organisasi kemanusiaan, tetapi topeng yang digunakan oleh al-Qaeda?," imbuh Assad.
Kelompok Helm Putih beroperasi hanya di wilayah yang kendali kelompok militan anti-pemerintah Suriah. Mereka mendapat dukungan dari Amerika Serikat, Inggris dan beberapa tetangga Suriah sejak konflik pecah pada tahun 2011.
Credit sindonews.com