Jumat, 27 Juli 2018

Kisah Mahathir Diwarisi Pejabat Korup



Kisah Mahathir Diwarisi Pejabat Korup
Bertekad membenahi pemerintahan Malaysia, Mahathir Mohamad kaget ketika pertama kali duduk kembali di kursi PM setelah memenangkan pemilu bersejarah April lalu. (Reuters/Lai Seng Sin)


Jakarta, CB -- Dengan tekad ingin membenahi pemerintahan Malaysia di usianya yang sudah menginjak 92 tahun, Mahathir Mohamad kaget ketika pertama kali duduk kembali di kursi perdana menteri setelah memenangkan pemilu bersejarah pada April lalu.

"Dari luar kami dapat melihat kehancurannya, tapi kami tak pernah menduga kerusakannya begitu parah. Sebagian besar pejabat eselon tinggi dalam pemerintahan korup," ujar Mahathir dalam wawancara khusus dengan CNN.

Tak buang waktu, Mahathir langsung memerintahkan penyelidikan besar-besaran atas dugaan korupsi yang menyeret nama mantan Perdana Menteri Najib Razak.



"Saya harus bekerja dengan beberapa orang yang menjadi tersangka. Sulit jika kalian harus bekerja dengan orang yang tidak kalian percaya. Kalian tidak tahu apakah yang kalian ingin kalian kerjakan itu mereka kerjakan," ucap Mahathir.


Belum selesai urusan dalam negeri, Mahathir juga harus memikirkan strategi politik mancanegara, terutama dengan China dan Amerika Serikat.

Selama ini, Najib dikenal sebagai orang yang dekat dengan China. Ia dan Presiden China, Xi Jinping, bahkan menandatangani kesepakan infrastruktur dan perdagangan besar-besaran yang disebut inisiatif Belt and Road.

Namun, Mahathir bersikap lebih hati-hati terhadap China. Pada bulan ini saja, ia membatalkan proyek pembangunan rel bernilai miliaran dolar dengan China karena pemerintah menemukan kemungkinan kelebihan bujet hingga US$20 miliar.

"Kami selalu bersahabat dengan China. Ada pepatah 'Yang kuat akan mendapatkan yang mereka inginkan, yang lemah mengorbankan yang harus mereka korbankan,'" tutur Mahathir.


Ketika disinggung mengenai perluasan kekuatan China di kawasan sengketa Laut China Selatan, Mahathir hanya berkata bahwa Malaysia tak dapat berperang dengan Beijing.

"Mereka lebih kuat. Kami tidak bisa melawan mereka. Bagaimana kita mendapatkan keuntungan dari kesejahteraan dan kekuatan mereka? Itu yang kami cari sekarang. Kami harus menerima realita situasi ini," ucap Mahathir.

Selain China, Mahathir juga harus memikirkan strategi di tengah ancaman pemerintahan Presiden Donald Trump yang sedang gencar-gencarnya menggaungkan perang dagang.

"Perang dagang tak akan berdampak baik pada dunia," ucap Mahathir.


Ia kemudian mengkritik sejumlah kebijakan Trump, salah satunya rencana pembangunan tembok di perbatasan AS dengan Meksiko. Selama ini, Trump meminta Meksiko membayar biaya pembangunan tersebut.

"Dia meminta hal yang sangat sangat tak bisa diterima. Contohnya, dia ingin membangun tembok yang memisahkan Meksiko dari AS, dan dia meminta Meksiko membayarnya. Itu proyekmu, bayar!" tutur Mahathir kepada CNN.

"Namun karena dia pikir dia berkuasa dia bisa menyuruh orang membayar hal yang ingin dia lakukan? Jadi bagaimana kita menghadapi pola pikir seperti itu? AS akan kalah, China akan kalah, seluruh dunia akan kalah. Perang dan perang dagang tak memecahkan masalah"


Credit  cnnindonesia.com