CB, Jakarta - Menteri
Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah, mengatakan negaranya akan
mengadopsi sikap yang lebih tegas dalam menangani konflik wilayah di Laut Cina Selatan di tengah ekspansi agresif Cina.
Wilayah laut ini dipersengketakan antara Cina dengan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam.
Amerika Serikat dan NATO juga berulang kali mengeluarkan pernyataan
sikap mendukung kebebasan navigasi di wilayah yang diklaim Cina ini.
Beberapa kali, AS telah mengirimkan patroli kapal perang melintasi Laut
Cina Selatan.
Saifuddin mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah Malaysia belum berencana mengirimkan kapal perang ke wilayah laut yang menjadi sengketa ini karena belum ada alasan yang jelas.
Apalagi, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang memenangkan pemilu secara mengejutkan pada Mei 2018, telah mengatakan kapal perang dari berbagai negara harus ditarik dari wilayah sengketa itu.
"Saya akan merasa khawatir jika Anda sebagai menteri Pertahanan," kata Saifuddin kepada anggota parlemen Bung Mokhtar Radin dari koalisi partai oposisi Barisan Nasional, seperti dilansir Free Malaysia Today, Rabu, 25 Juli 2018.
Komunike ASEAN Terganjal Isu Laut Cina Selatan
Dalam rapat kerja kementerian Luar Negeri dengan parlemen, Bung Mokhtar menanyakan apakah pemerintah Malaysia akan mengirimkan kapal perang ke Lau Cina Selatan. Menurut dia, ini untuk menunjukkan Malaysia bukan negara yang lemah dan bisa di-bully Cina.
Saifuddin juga mengatakan PM Mahathir telah mengirim sinyal kuat ke dunia internasional bahwa Malaysia akan bersikap menjadi lebih tegas, lebih serius dalam menangani sengketa maritim di Laut Cina Selatan.
Deklarasi code of conduct atau pedoman perilaku oleh sejumlah negara yang mengklaim kedaulatan atas sebagian atau seluruh wilayah Laut Cina Selatan bersifat longgar. Ini membuat pedoman ini tidak memiliki taring terlebih Cina terus menerus melakukan militerisasi di sejumlah pulau di kawasan laut ini sehingga menimbulkan ketegangan.
Menurut Saifuddin, Cina telah mengirimkan kapal penjaga pantai besar yang menyerupai kapal perang ke wilayah yang kaya energi ini. Tindakan Cina ini menyebabkan kegelisahan di antara negara tetangga.
Saifuddin juga mengatakan ASEAN dan Cina bakal membahas soal pedoman perilaku di Laut Cina Selatan pada pertemuan para menteri luar negeri ASEA ke 51, yang akan digelar pada 30 Juli 2018.
"Ada permintaan agar pedoman perilaku di Laut Cina Selatan bersifat mengikat," kata Saifuddin.
Pemerintah Malaysia sebelumnya jarang mengecam Cina, meskipun kapal penjaga pantai Cina kerap berlayar di dekat perairan Malaysia. Dalam rantai kepulauan Spratly, Cina telah membangun tujuh pulau buatan> Militer Cina telah membangun landasan pacu, sistem radar dan stasiun rudal untuk memperkuat klaim teritorial yang luas di perairan sibuk dan bernilai ekonomi tinggi.
"Semua pihak harus menahan diri dan tindakan apa pun harus berdasarkan hukum internasional," kata Saifuddin, seperti dilansir Japan Times pada 25 Juli 2018. Laut Cina Selatan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena mengandung minyak dan gas bumi serta dilewati ribuan kapal dagang setiap tahunnya.
Wilayah laut ini dipersengketakan antara Cina dengan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam.
Saifuddin mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah Malaysia belum berencana mengirimkan kapal perang ke wilayah laut yang menjadi sengketa ini karena belum ada alasan yang jelas.
Apalagi, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang memenangkan pemilu secara mengejutkan pada Mei 2018, telah mengatakan kapal perang dari berbagai negara harus ditarik dari wilayah sengketa itu.
"Saya akan merasa khawatir jika Anda sebagai menteri Pertahanan," kata Saifuddin kepada anggota parlemen Bung Mokhtar Radin dari koalisi partai oposisi Barisan Nasional, seperti dilansir Free Malaysia Today, Rabu, 25 Juli 2018.
Komunike ASEAN Terganjal Isu Laut Cina Selatan
Dalam rapat kerja kementerian Luar Negeri dengan parlemen, Bung Mokhtar menanyakan apakah pemerintah Malaysia akan mengirimkan kapal perang ke Lau Cina Selatan. Menurut dia, ini untuk menunjukkan Malaysia bukan negara yang lemah dan bisa di-bully Cina.
Saifuddin juga mengatakan PM Mahathir telah mengirim sinyal kuat ke dunia internasional bahwa Malaysia akan bersikap menjadi lebih tegas, lebih serius dalam menangani sengketa maritim di Laut Cina Selatan.
Deklarasi code of conduct atau pedoman perilaku oleh sejumlah negara yang mengklaim kedaulatan atas sebagian atau seluruh wilayah Laut Cina Selatan bersifat longgar. Ini membuat pedoman ini tidak memiliki taring terlebih Cina terus menerus melakukan militerisasi di sejumlah pulau di kawasan laut ini sehingga menimbulkan ketegangan.
Menurut Saifuddin, Cina telah mengirimkan kapal penjaga pantai besar yang menyerupai kapal perang ke wilayah yang kaya energi ini. Tindakan Cina ini menyebabkan kegelisahan di antara negara tetangga.
Saifuddin juga mengatakan ASEAN dan Cina bakal membahas soal pedoman perilaku di Laut Cina Selatan pada pertemuan para menteri luar negeri ASEA ke 51, yang akan digelar pada 30 Juli 2018.
"Ada permintaan agar pedoman perilaku di Laut Cina Selatan bersifat mengikat," kata Saifuddin.
Pemerintah Malaysia sebelumnya jarang mengecam Cina, meskipun kapal penjaga pantai Cina kerap berlayar di dekat perairan Malaysia. Dalam rantai kepulauan Spratly, Cina telah membangun tujuh pulau buatan> Militer Cina telah membangun landasan pacu, sistem radar dan stasiun rudal untuk memperkuat klaim teritorial yang luas di perairan sibuk dan bernilai ekonomi tinggi.
"Semua pihak harus menahan diri dan tindakan apa pun harus berdasarkan hukum internasional," kata Saifuddin, seperti dilansir Japan Times pada 25 Juli 2018. Laut Cina Selatan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena mengandung minyak dan gas bumi serta dilewati ribuan kapal dagang setiap tahunnya.
Credit tempo.co