Dilucutinya penghargaan Freedom of Oxford dari Suu Kyi
merupakan tanggapan Oxford atas penindasan terhadap Muslim Rohingya di
Myanmar. Dewan Kota mengatakan mereka tidak ingin memberikan penghargaan
bagi siapapun yang menutup mata terhadap kekerasan.
"Oxford memiliki tradisi panjang untuk menjadi kota yang
beragam dan manusiawi, dan kini reputasi kita telah ternoda dengan
adanya penghormatan terhadap orang-orang yang menutup mata terhadap
kekerasan. Kami berharap hari ini kami telah menyuarakan suara kecil
kami kepada orang lain untuk menyerukan hak asasi manusia dan keadilan
bagi orang-orang Rohingya," ujar Kanselir Oxford, Mary Clarkson, kepada BBC.
Pemungutan suara dilakukan dihari yang sama saat Paus
Francis mengunjungi Myanmar untuk meninjau langsung krisis tersebut.
Dalam kunjungan itu, pemimpin tertinggi militer Myanmar, Jenderal Min
Aung Hlaing, mengatakan kepada Paus bahwa tidak ada diskriminasi agama
di Myanmar.
Lebih dari 600 ribu Muslim Rohingya telah terusir dari
Negara Bagian Rakhine di barat Myanmar ke negara tetangga Bangladesh
oleh serangkaian operasi militer. Operasi ini oleh PBB telah digambarkan
sebagai contoh buku teks tentang pembersihan etnis.
Pada 2012, Suu Kyi mendapatkan gelar doktor kehormatan
dari Oxford. Ia juga mengadakan pesta ulang tahun ke-67 di kampus St
Hugh, tempat dia belajar politik, filsafat, dan ekonomi antara 1964 dan
1967.
Namun dalam beberapa bulan terakhir ini, Suu Kyi telah
menarik banyak kritik terkait krisis kemanusiaan Rohingya. Pada
September lalu, St Hugh memutuskan untuk mencopot lukisannya dari pintu
masuk utama, beberapa hari sebelum dimulainya tahun ajaran baru dan
kedatangan siswa baru.
Sejauh ini, Oxford telah memutuskan untuk tidak
mempertimbangkan kembali pemberian gelar kehormatan untuk Suu Kyi.
Universitas tersebut juga telah menyatakan keprihatinan mendalam atas
nasib minoritas Rohingya di Myanmar.
Pada awal November, musisi Bob Geldof mengembalikan
penghargaan Freedom of Dublin untuk memprotes krisis Rohingya.
Penghargaan ini juga dipegang oleh Suu Kyi.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Suu-kyi Diganjar Penghargaan 'Islamophobia Award 2017'
LONDON - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi diumumkan sebagai pemenang International Islamophobe of the Year. Suu-kyi diganjar "penghargaan" ini atas dasar kekejaman yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
Antara 2.000 hingga 3.000 Muslim terbunuh di negara bagian Rakhine di Myanmar dalam tiga hari terakhir, menurut Dewan Rohingya di Eropa dan lebih dari 617 ribu Muslim Rohingya dipaksa untuk berlindung di Bangladesh.
Suu-kyi diketahui mengalahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pemimpin partai Front kanan Prancis Marie Le Pen, dan pemimpin Partai Kebebasan Belanda, Geert Wildres.
Melansir Anadolu Agency pada Senin (27/11), penghargaan Islamofobia digelar Komisi Hak Asasi Manusia Islam yang berbasis di London. Komisi ini adalah organisasi penelitian, advokasi dan advokasi independen, nirlaba, yang didirikan pada tahun 1997.
Dalam kategori "Britania Raya", penghargaan ini diberikan kepada Tommy Robinson, mantan pemimpin Liga Pertahanan Inggris fasis (EDL), yang terkenal dengan pandangan anti-Islamnya.
Kandidat lainnya dalam kategori ini adalah presenter TV dan kolumnis Katie Hopkins, mantan pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris (UKIP) Nigel Farage, pendiri For Britain Party Anne Marie Waters, dan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.
Antara 2.000 hingga 3.000 Muslim terbunuh di negara bagian Rakhine di Myanmar dalam tiga hari terakhir, menurut Dewan Rohingya di Eropa dan lebih dari 617 ribu Muslim Rohingya dipaksa untuk berlindung di Bangladesh.
Suu-kyi diketahui mengalahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pemimpin partai Front kanan Prancis Marie Le Pen, dan pemimpin Partai Kebebasan Belanda, Geert Wildres.
Melansir Anadolu Agency pada Senin (27/11), penghargaan Islamofobia digelar Komisi Hak Asasi Manusia Islam yang berbasis di London. Komisi ini adalah organisasi penelitian, advokasi dan advokasi independen, nirlaba, yang didirikan pada tahun 1997.
Dalam kategori "Britania Raya", penghargaan ini diberikan kepada Tommy Robinson, mantan pemimpin Liga Pertahanan Inggris fasis (EDL), yang terkenal dengan pandangan anti-Islamnya.
Kandidat lainnya dalam kategori ini adalah presenter TV dan kolumnis Katie Hopkins, mantan pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris (UKIP) Nigel Farage, pendiri For Britain Party Anne Marie Waters, dan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.
Credit sindonews.com