TEHERAN
- Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan Arab Saudi menghadirkan Iran
sebagai musuh karena ingin menutupi kekalahan di wilayah Arab. Komentar
Rouhani muncul setelah Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menyebut
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai Hitler baru di
Timur Tengah.
”Arab Saudi tidak berhasil di Qatar, tidak berhasil di Irak, di Suriah dan baru-baru ini di Lebanon. Di semua area ini mereka tidak berhasil,” kata Rouhani dalam wawancara langsung di stasiun televisi pemerintah, yang dikutip Rabu (29/11/2017).
”Jadi mereka ingin menutupi kekalahannya,” ujar Rouhani.
Kedua negara yang telah memutusakan hubungan diplomatik ini telah terlibat perseteruan dalam berbagai krisis di Timur Tengah. Dalam krisis Suriah, Riyadh mendukung pemberontak atau oposisi, sedangkan Teheran mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad.
Kemudian, dalam krisis Yaman, Saudi mendukung pemerintah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi. Sedangkan Iran dianggap mendukung pemberontak Houthi.
Ketegangan kedua negara juga memanas pada bulan ini ketika Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya dari stasiun televisi di Riyadh.
Faksi Hizbullah Lebanon yang merupakan sekutu Iran menuding pengunduran Hariri merupakan rekayasa yang dilakukan pihak berwenang Saudi. Namun, tudingan itu dibantah pihak Riyadh.
Hariri yang telah pulang ke Lebanon pekan lalu akhirnya menunda pengunduran dirinya. Namun, dia terus mengkritik Hizbullah. Hariri meminta faksi politik dan militer Lebanon itu tidak mencampuri urusan internal negara-negara Arab.
Rouhani dalam wawancara di televisi tersebut mengatakan, Iran, Irak, Suriah dan Rusia yang membentuk garis perlawanan di wilayah Arab telah bekerja menuju stabilitas dan mencapai ”prestasi besar”.
”Arab Saudi tidak berhasil di Qatar, tidak berhasil di Irak, di Suriah dan baru-baru ini di Lebanon. Di semua area ini mereka tidak berhasil,” kata Rouhani dalam wawancara langsung di stasiun televisi pemerintah, yang dikutip Rabu (29/11/2017).
”Jadi mereka ingin menutupi kekalahannya,” ujar Rouhani.
Kedua negara yang telah memutusakan hubungan diplomatik ini telah terlibat perseteruan dalam berbagai krisis di Timur Tengah. Dalam krisis Suriah, Riyadh mendukung pemberontak atau oposisi, sedangkan Teheran mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad.
Kemudian, dalam krisis Yaman, Saudi mendukung pemerintah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi. Sedangkan Iran dianggap mendukung pemberontak Houthi.
Ketegangan kedua negara juga memanas pada bulan ini ketika Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya dari stasiun televisi di Riyadh.
Faksi Hizbullah Lebanon yang merupakan sekutu Iran menuding pengunduran Hariri merupakan rekayasa yang dilakukan pihak berwenang Saudi. Namun, tudingan itu dibantah pihak Riyadh.
Hariri yang telah pulang ke Lebanon pekan lalu akhirnya menunda pengunduran dirinya. Namun, dia terus mengkritik Hizbullah. Hariri meminta faksi politik dan militer Lebanon itu tidak mencampuri urusan internal negara-negara Arab.
Rouhani dalam wawancara di televisi tersebut mengatakan, Iran, Irak, Suriah dan Rusia yang membentuk garis perlawanan di wilayah Arab telah bekerja menuju stabilitas dan mencapai ”prestasi besar”.
Credit sindonews.com