Jakarta (CB) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) meningkatkan kemampuan Kapal Riset Baruna Jaya I menjadi kapal
survei yang disiapkan khusus untuk hidro-oseanografi dan suvei
bathymetri laut dangkal hingga laut dalam.
Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Muhammad Ilyas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan revitalisasi peralatan survei kelautan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I dimulai dengan mengganti "Multibeam Echosounder (MBES) Deep Sea" untuk survei pemetaan laut dalam yang lebih baik.
"Alat ini juga dilengkapi dengan beberapa sensor pendukung antara lain system positioning atau DGPS, sensor gerak, sensor kecepatan suara di permukaan air, sensor profiler kecepatan suara, beserta sistem akuisisi dan processing (pengolahan) data MBES," paparnya.
Kapal Riset yang beroperasi sejak 1989 ini, menurut dia, juga akan menjalani "Sea Acceptance Test" (SAT) atau lebih dikenal dengan sebutan uji coba laut untuk menguji kelayakan multibeam echosounder di laut. Multibeam merupakan alat untuk menentukan profil permukaan dasar laut dan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas.
Penggunaan alat ini, lanjutnya, diharapkan dapat membantu Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam melengkapi peta lingkungan laut nasional terutama di laut dalam.
Selain itu, dengan proyek Pembangunan Konektivitas Palapa Ring Timur, KR Baruna Jaya I dengan peralatan baru tersebut diharapkan dapat berkontribusi penuh dalam penelitian dan penentuan jalur kabel bawah laut. Selain juga dapat digunakan untuk pemetaan jalur kapal di pelabuhan, studi geodinamik, migas.
"Multibeam echosounder yang dimiliki kapal Baruna Jaya I menjangkau kedalaman kurang lebih dari 11.000 meter yang mana belum ada kapal-kapal riset di Indonesia yang memiliki kemampuan pemetaan dasar laut dari kedalaman dangkal 20 meter hingga kedalaman tersebut," lanjutnya.
BPPT melakukan kerja sama dengan galangan kapal PT Samudera Marine Indonesia (SMI) dan Telefyne Techoligies dari Denmark sebagai penyedia teknologi multibeam echosounder ini. Pemasangan berlangsung selama tiga minggu sejak 1 hingga 23 November 2017.
Kapal yang digunakan BPPT untuk membantu operasi SAR menemukan bangkai pesawat Air Asia QZ 8501 pada 2014-2015 ini menjalani uji laut leg pertama selama sembilan hari pada 25 sampai dengan 29 November 2017 dipimpin langsung Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, untuk menguji alat multibeam echosounder.
Sedangkan tahap kedua akan dilakukan pada 30 Novermber hingga 3 Desember 2017 untuk pengujian pemanfaatan kegiatan ilmiah yakni mendeteksi adanya patahan di sekitar selatan Pulau Jawa.
Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Muhammad Ilyas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan revitalisasi peralatan survei kelautan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I dimulai dengan mengganti "Multibeam Echosounder (MBES) Deep Sea" untuk survei pemetaan laut dalam yang lebih baik.
"Alat ini juga dilengkapi dengan beberapa sensor pendukung antara lain system positioning atau DGPS, sensor gerak, sensor kecepatan suara di permukaan air, sensor profiler kecepatan suara, beserta sistem akuisisi dan processing (pengolahan) data MBES," paparnya.
Kapal Riset yang beroperasi sejak 1989 ini, menurut dia, juga akan menjalani "Sea Acceptance Test" (SAT) atau lebih dikenal dengan sebutan uji coba laut untuk menguji kelayakan multibeam echosounder di laut. Multibeam merupakan alat untuk menentukan profil permukaan dasar laut dan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas.
Penggunaan alat ini, lanjutnya, diharapkan dapat membantu Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam melengkapi peta lingkungan laut nasional terutama di laut dalam.
Selain itu, dengan proyek Pembangunan Konektivitas Palapa Ring Timur, KR Baruna Jaya I dengan peralatan baru tersebut diharapkan dapat berkontribusi penuh dalam penelitian dan penentuan jalur kabel bawah laut. Selain juga dapat digunakan untuk pemetaan jalur kapal di pelabuhan, studi geodinamik, migas.
"Multibeam echosounder yang dimiliki kapal Baruna Jaya I menjangkau kedalaman kurang lebih dari 11.000 meter yang mana belum ada kapal-kapal riset di Indonesia yang memiliki kemampuan pemetaan dasar laut dari kedalaman dangkal 20 meter hingga kedalaman tersebut," lanjutnya.
BPPT melakukan kerja sama dengan galangan kapal PT Samudera Marine Indonesia (SMI) dan Telefyne Techoligies dari Denmark sebagai penyedia teknologi multibeam echosounder ini. Pemasangan berlangsung selama tiga minggu sejak 1 hingga 23 November 2017.
Kapal yang digunakan BPPT untuk membantu operasi SAR menemukan bangkai pesawat Air Asia QZ 8501 pada 2014-2015 ini menjalani uji laut leg pertama selama sembilan hari pada 25 sampai dengan 29 November 2017 dipimpin langsung Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, untuk menguji alat multibeam echosounder.
Sedangkan tahap kedua akan dilakukan pada 30 Novermber hingga 3 Desember 2017 untuk pengujian pemanfaatan kegiatan ilmiah yakni mendeteksi adanya patahan di sekitar selatan Pulau Jawa.
Credit antaranews.com