CB, Jakarta - Penasihat keamanan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, Habib el-Adly, dikabarkan terlibat penyiksaan terhadap para pangeran yang ditahan karena tuduhan korupsi.
Aldy membantah. Menurutnya, kabar yang beredar di media massa tidak benar. Bantahan tersebut juga datang dari Direktur Penerangan Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington, Saud Kabli.
Habib el-Adly. alarabiya.net
Dalam pemberitaannya, New York Times edisi 14 November 2017, melaporkan bekas Kepala Keamanan Mesir tersebut memberikan masukan kepada Putra Mahkota Arab Saudi agar menyiksa para tahanan yang dituduh korupsi.
New York Times mengutip keterangan seorang pejabat Amerika Serikat dan dokter di Arab Saudi. Mereka mengatakan, 17 tahanan harus mendapatkan perawatan medis setelah menderita akibat siksaan fisik oleh para algojo.
Selain itu, Middle East Eye juga melaporkan bahwa para tahanan itu menderita lantaran menerima siksaan dan pukulan.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, meskipun baru berusia 32 tahun, memiliki peran dominan untuk urusan militer Saudi, kebijakan luar negeri, serta kebijakan ekonomi dan sosial. AFP/SAUDI ROYAL PALACE/BANDOUR AL-JALOUD
Adly adalah bekas Menteri Dalam Negeri Mesir pada masa Presiden Hosni Mubarak, dari 1997 hingga rezim jatuh pada 2011. Selama menjabat sebagai Kepala Keamanan Nasional Mesir, Al Jazeera menulis Adly dikenal bengis, suka menyiksa, menghilangkan paksa orang, dan berbagai pelanggaran kemanusiaan lainnya.
Setelah didakwah korupsi pada April lalu dan dihukum tujuh tahun penjara, Adly menghilang dari Mesir.
"Menteri Dalam Negeri Mesir menyatakan bahwa Adly adalah buronan negara. Aldy dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena mencuri duit negara lebih dari US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun," tulis Al Jazeera.
Habib el-Adly. nileinternational.net
Juru bicara Kedutaan Arab Saudi di Washington DC mengatakan kepada New York Times, dia tidak bisa membenarkan atau membantah apakah Adly berada di Kerajaan.
Farid al-Deeb, pengacara Adly, menolak bahwa kliennya berada di Arab Saudi. Dia mengatakan, Adly masih di Mesir dan akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang menghukum tujuh tahun penjara.
"Kami akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi pada 11 Januari 2018," seperti dilaporkan situs berita Egypt Independent, Kamis.
Adly juga harus menghadapi serangkaian tuduhan melakukan kejahatan pada aksi penggulingan Hosni Mubarak 2011, namun kasusnya dihapus. Saat itu, dia memerintahkan pasukan keamanan menembaki para demonstran yang menuntut rezim Mubarak jatuh. Kini dia menjadi orang dekat Mohammed bin Salman.
Aldy membantah. Menurutnya, kabar yang beredar di media massa tidak benar. Bantahan tersebut juga datang dari Direktur Penerangan Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington, Saud Kabli.
Habib el-Adly. alarabiya.net
Dalam pemberitaannya, New York Times edisi 14 November 2017, melaporkan bekas Kepala Keamanan Mesir tersebut memberikan masukan kepada Putra Mahkota Arab Saudi agar menyiksa para tahanan yang dituduh korupsi.
New York Times mengutip keterangan seorang pejabat Amerika Serikat dan dokter di Arab Saudi. Mereka mengatakan, 17 tahanan harus mendapatkan perawatan medis setelah menderita akibat siksaan fisik oleh para algojo.
Selain itu, Middle East Eye juga melaporkan bahwa para tahanan itu menderita lantaran menerima siksaan dan pukulan.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, meskipun baru berusia 32 tahun, memiliki peran dominan untuk urusan militer Saudi, kebijakan luar negeri, serta kebijakan ekonomi dan sosial. AFP/SAUDI ROYAL PALACE/BANDOUR AL-JALOUD
Adly adalah bekas Menteri Dalam Negeri Mesir pada masa Presiden Hosni Mubarak, dari 1997 hingga rezim jatuh pada 2011. Selama menjabat sebagai Kepala Keamanan Nasional Mesir, Al Jazeera menulis Adly dikenal bengis, suka menyiksa, menghilangkan paksa orang, dan berbagai pelanggaran kemanusiaan lainnya.
Setelah didakwah korupsi pada April lalu dan dihukum tujuh tahun penjara, Adly menghilang dari Mesir.
"Menteri Dalam Negeri Mesir menyatakan bahwa Adly adalah buronan negara. Aldy dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena mencuri duit negara lebih dari US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun," tulis Al Jazeera.
Habib el-Adly. nileinternational.net
Juru bicara Kedutaan Arab Saudi di Washington DC mengatakan kepada New York Times, dia tidak bisa membenarkan atau membantah apakah Adly berada di Kerajaan.
Farid al-Deeb, pengacara Adly, menolak bahwa kliennya berada di Arab Saudi. Dia mengatakan, Adly masih di Mesir dan akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang menghukum tujuh tahun penjara.
"Kami akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi pada 11 Januari 2018," seperti dilaporkan situs berita Egypt Independent, Kamis.
Adly juga harus menghadapi serangkaian tuduhan melakukan kejahatan pada aksi penggulingan Hosni Mubarak 2011, namun kasusnya dihapus. Saat itu, dia memerintahkan pasukan keamanan menembaki para demonstran yang menuntut rezim Mubarak jatuh. Kini dia menjadi orang dekat Mohammed bin Salman.
Credit TEMPO.CO