CB, Jakarta - Bangladesh
menyetujui sebuah proyek kontroversial senilai US$ 280 juta atau
sekitar Rp 3,7 triliun untuk membangun sebuah pulau bagi 100 ribu
pengungsi Rohingya, Myanmar.
"Pulau tersebut sesungguhnya tak layak huni, sepertinya dipaksakan," tulis Daily Sabah, Rabu, 29 November 2017.
Seorang bocah membawa galon berisi air bersih dengan menaiki perbukitan di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Pengumuman persetujuan proyek itu disampaikan kepada publik hanya
beberapa hari setelah Bangladesh menandatangani kesepakatan pemulangan
kembali pengungsi Rohingya ke Myanmar yang selama ini tinggal di kamp
pengungsi dekat perbatasan.
Sebuah dewan ekonomi pemerintah yang diketuai oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina memberikan lampu hijau untuk merencanakan pembangunan kembali Pulau Bhashan Char.
"Ide proyek pembangunan pulau ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak ketika digelontorkan pada 2015."
Seorang anak pengungsi Rohingya berlari sambil membawa wadah saat menuju pusat distribusi makanan di kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sekretaris Perencanaan Negara, Ziaul Islam, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pemerintah berharap pulau tersebut siap huni pada Mei 2018 untuk mengakomodir lebih dari 620 ribu pengungsi muslim Rohingnya yang masuk ke Bangladesh melalui perbatasan tiga bulan lalu.
Selain membangun pulau tersebut untuk penampungan para pengungsi, pemerintah harus memasang tanggul di sekeliling pulau karena letaknya rendah dari laut. Pembangunan tanggul tersebut penting guna menahan banjir pasang surut laut, badai, dan siklon musiman. Pulau ini dapat ditempuh satu jam dari pulau berpenghuni.
Anwar Hossain, anak pengungsi Rohingya berusia 12 tahun saat bekerja mencari kayu bakar di luar tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Kutupalong dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 12 November 2017. REUTERS / Navesh Chitrakar
Kondisi pulau yang dianggap tak layak huni mendapatkan kritik dari para pemimpin korban persekusi muslim Rohingnya. Mereka menentang ide pemerintah Bangladesh. Bahkan Badan Urusan Pengungsi PBB memperingatkan bahwa upaya paksa merelokasi pengungsi ke pulau tersebut akan menimbulkan persoalan lebih kompleks dan kontroversial.
"Pulau tersebut sesungguhnya tak layak huni, sepertinya dipaksakan," tulis Daily Sabah, Rabu, 29 November 2017.
Seorang bocah membawa galon berisi air bersih dengan menaiki perbukitan di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sebuah dewan ekonomi pemerintah yang diketuai oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina memberikan lampu hijau untuk merencanakan pembangunan kembali Pulau Bhashan Char.
"Ide proyek pembangunan pulau ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak ketika digelontorkan pada 2015."
Seorang anak pengungsi Rohingya berlari sambil membawa wadah saat menuju pusat distribusi makanan di kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sekretaris Perencanaan Negara, Ziaul Islam, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pemerintah berharap pulau tersebut siap huni pada Mei 2018 untuk mengakomodir lebih dari 620 ribu pengungsi muslim Rohingnya yang masuk ke Bangladesh melalui perbatasan tiga bulan lalu.
Selain membangun pulau tersebut untuk penampungan para pengungsi, pemerintah harus memasang tanggul di sekeliling pulau karena letaknya rendah dari laut. Pembangunan tanggul tersebut penting guna menahan banjir pasang surut laut, badai, dan siklon musiman. Pulau ini dapat ditempuh satu jam dari pulau berpenghuni.
Anwar Hossain, anak pengungsi Rohingya berusia 12 tahun saat bekerja mencari kayu bakar di luar tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Kutupalong dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 12 November 2017. REUTERS / Navesh Chitrakar
Kondisi pulau yang dianggap tak layak huni mendapatkan kritik dari para pemimpin korban persekusi muslim Rohingnya. Mereka menentang ide pemerintah Bangladesh. Bahkan Badan Urusan Pengungsi PBB memperingatkan bahwa upaya paksa merelokasi pengungsi ke pulau tersebut akan menimbulkan persoalan lebih kompleks dan kontroversial.
Credit TEMPO.CO