Ilustrasi militer Myanmar. (Reuters/Soe Zeya Tun)
"Di tengah situasi keamanan kawasan yang kompleks dan cepat berubah, China ingin menjalin komunikasi strategis antara militer kedua negara," ujar pejabat Komisi Militer Pusat China, Li Zuocheng, saat bertemu dengan Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, di Beijing.
Li mengatakan, China ingin militer kedua negara memperkuat kontak dan memperdalam pelatihan, juga pertukaran teknis. China juga berharap militer kedua pihak dapat bekerja sama memastikan stabilitas dan perdamaian di perbatasan.
Sebagaimana dilansir Reutes, selama ini Beijing kerap melontarkan protes karena pertikaian antara pemberontak dan militer Myanmar di Shan, negara bagian yang berbatasan langsung dengan China.
Akibat pertempuran ini, ribuan warga kabur ke desa-desa di dekat perbatasan China. Sejumlah selongsong peluru juga dilaporkan berjatuhan di tanah China.
Pertempuran itu mereda belakangan ini, ketika bentrokan lainnya terjadi di Rakhine, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Bangladesh.
Bentrokan itu dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) ke sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine pada 25 Agustus.
Militer pun melakukan operasi untuk membersihkan tanah Rakhine dari ARSA. Namun ternyata, militer tak hanya membasmi anggota ARSA, tapi juga sipil Rohingya.
Setidaknya 1.000 Rohingya dilaporkan tewas dalam bentrokan tersebut, sementara lebih dari 600 ribu lainnya kabur dan mengungsi ke Bangladesh.
Namun dalam pernyataan tertulisnya, Li sama sekali tak menyinggung masalah Rohingya ini, sementara Amerika Serikat baru saja menyatakan bahwa militer Myanmar melakukan "pembersihan etnis Rohingya" di Rakhine.
China memang terus membangun relasi baik dengan Myanmar, bahkan ketika negara-negara Barat menjatuhkan sanksi atas Naypyidaw saat junta militer berkuasa di negara itu.
Dalam pertemuan ini, Min Aung Hlaing pun mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan China dalam membantu Myanmar memastikan stabilitas dalam negerinya.
Credit cnnindonesia.com
Cina Ingin Meningkatkan Hubungan dengan Militer Myanmar
Cina dan Myanmar memiliki hubungan erat diplomatik dan ekonomi bertahun-tahun, termasuk peningkatan strategis pada sektor minyak dan gas. Cina menawarkan dukungannya kepada negara tetangga selatannya itu yang juga dikenal sebagai Burma, dalam kemelut terkait Muslim Rohingya.
Lebih dari 600 ribu warga Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar, sebagian besar pergi ke negara tetangganya, Bangladesh, sejak militer Myanmar melakukan tindakan balasan dalam menanggapi serangan terhadap pasukan keamanan oleh gerilyawan Rohingya pada Agustus.
Amerika Serikat pada Rabu untuk pertama kali menyebut tindakan militer Myanmar terhadap Rohingya itu sebagai upaya pembersihan suku dan mengancam memberikan sanksi terhadap yang bertanggung jawab atas "kekejaman mengerikan" tersebut.
Dalam pertemuan di Beijing, Li Zuocheng, yang duduk di Komisi Militer Pusat Cina, mengatakan kepada Jenderal Min Aung Hlaing bahwa pembangunan dan kemakmuran Cina merupakan kesempatan penting bagi pembangunan Myanmar.
"Dalam menjaga keamanan wilayah yang kompleks dan keadaan yang berubah-ubah, Cina bersedia menjaga komunikasi strategis antara militer kedua negara," kata Zuocheng seperti dikutip dalam pernyataan, yang dikeluarkan pada Rabu malam.
Cina menginginkan hubungan yang lebih besar antara kedua angkatan bersenjata tersebut dan pelatihan yang lebih dalam serta pertukaran teknis untuk mempromosikan kerja sama pertahanan perbatasan, guna menjamin perdamaian dan keseimbangan wilayah perbatasan bersama.
Cina menyerukan keberatannya atas pertempuran yang melibatkan antara militer Myanmar dengan pemberontak suku yang menginginkan kemerdekaan, di daerah perbatasan Myanmar dengan Cina. Pertempuran tersebut telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Credit REPUBLIKA.CO.ID