Fase Puncak Gerhana Bulan Penumbra terlihat dari Denpasar, Bali, 23 Maret 2016. ANTARA/Fikri Yusuf
CB, California - Menambang di antariksa tampaknya bukan lagi mimpi. Baru-baru ini Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat telah mengeluarkan izin bagi beberapa perusahaan untuk menambang di bulan dan asteroid.
Banyak pengusaha dunia pun langsung menggelontorkan uang mereka kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Nilai mineral yang bisa ditambang di bulan diperkirakan mencapai sejuta triliun (kuatiliun) rupiah.
Beberapa perusahaan tersebut di antaranya, yaitu Moox Express, Deep Space Industries, dan Planetary Resources. Dua yang terakhir tidak mengincar bulan, melainkan asteroid yang mengorbit di dekat bumi yang lebih mudah diakses ketimbang bulan.
"Kami ingin menambang di bulan bukan karena mudah, tapi sangat menguntungkan," kata Naveen Jain, pendiri Moon Express, seperti dikutip dari laman berita Space.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bekerja sama dengan Caterpillar Incorporation untuk operasi pemindahan regolith. Ini adalah lumpur bulan yang bisa dipakai untuk perangkat wahana antariksa. Misi ini akan mulai jalan pada 2020.
Selain regolith, tentunya ada mineral lain, seperti Helium-3. Nilai isotop langka ini diperkirakan mencapai US$ 40 ribu per onsnya, atau sekitar Rp 530 juta. Sekadar perbandingan, harga emas 24 karat saat ini hanya Rp 16 juta per onsnya.
Isotop tersebut bisa digunakan sebagai bahan baku sumber energi terbarukan. Helium-3 dengan berat 110 kilogram bisa memenuhi kebutuhan listrik sebuah kota dengan luas sektiar luas ukuran kota Jakarta selama setahun.
Untuk menambang mineral tersebut tentunya butuh biaya mahal. NASA menghitung butuh biaya sekitar US$ 200 juta, atau sekitar Rp 2,6 triliun, untuk meluncurkan roket ke bulan. Itu belum biaya pembangunan wahana dan operasionalnya.
Beruntung banyak perusahaan antariksa swasta menelurkan inovasi yang bisa menekan biaya peluncuran roket. SpaceX, perusahaan besutan Elon Musk, berhasil menurunkan biaya peluncuran menjadi US$ 10 ribu. Mereka sedang mengkaji teknologi daur ulang yang bisa lebih menekan biaya menjadi US$ 1.000.
"Bukan tugas NASA untuk berinovasi. Tugas mereka menciptakan dasar pengetahuan antariksa. Kamilah yang harus berinovasi," ujar Jain.
Laman berita Digital Trend pun mengabarkan bahwa Google menyelenggarakan kompetisi Lunax X Prize. Ini merupakan kompetisi yang mengajak para ilmuwan untuk menciptakan inovasi eksplorasi antariksa dengan biaya terjangkau.
Credit TEMPO.CO