Presiden Duterte menyatakan siap menunggu selama setahun jika perang di Marawi tidak kunjung usai. (Reuters/Erik De Castro)
Jakarta, CB --
Pertempuran masih berlangsung hingga hari ini di
Marawi, dua bulan setelah miltan Islamis melancarkan serangan terhadap
salah satu kota terbesar di Filipina itu. Presiden Rodrigo Duterte pun
menyatakan siap jika konflik mesti berjalan hingga setahun lamanya.
Para petinggi pertahanan negara tersebut mengakui telah meremehkan para militan pro ISIS yang sangat terorganisir itu. Mereka menyapu kota itu pada 23 Mei lalu dan masih menguasai sebagian daerahnya meski terus digempur oleh ratusan tentara yang dibantu serangan udara dan artileri.
Kongres Filipina telah menyetujui permintaan Duterte untuk memperpanjang darurat militer hingga akhir tahun di Mindanao. Dengan demikian, pasukan keamanan sekaligus mendapatkan kewenangan lebih besar untuk mengejar para ekstemis hingga ke luar Marawi.
Masih belum jelas bagaimana Duterte akan mengatasi ekstremisme di negaranya, kelak, setelah pasukannya merebut kembali Marawi dan mengalahkan sekitar 70 miltan yang masih bersembunyi di antara puing-puing daerah komersial itu sembari menyandera banyak warga sipil.
Lebih dari 500 orang tewas, termasuk 45 warga sipil dan 105 pasukan pemerintah. Setelah sejumlah tenggat waktu sepihak pemerintah untuk merebut kembali kota tersebut gagal dipenuhi, kini pasukan militer bahkan menyatakan kekurangan opsi karena para sandera yang diculik ISIS.
Duterte telah memerintahkan militer untuk menghindari korban sipil lebih banyak.
"Saya memerintahkan mereka 'jangan menyerang.' Yang terpenting adalah kami tidak mau membunuh orang," ujarnya pada akhir pekan lalu, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (24/7). "Jika kita harus menunggu selama satu tahun, maka kita tunggu hingga satu tahun."
Filipina selatan telah dinodai pemberontakan dan kejahatan selama beberapa dekade terakhir. Namun, intensitas pertempuran di Marawi dan kehadiran pasukan asing yang membantu militan lokal membuat sejumlah pihak khawatir kota ini akan menjadi pusat ISIS di Asia Tenggara.
Para militan dari Malaysia dan Idonesia yang sama-sama bermayoritas Muslim diketahui turut bertarung di Marawi.
Sekitar 5 juta Muslim tinggal di Filipina yang bermayoritas Katolik, kebanyakan di Mindanao. Menteri Perahanan Delfin Lorenzana mengindikasikan bahwa setelah Marawi, pemerintah akan memperkuat pengawasan di kawasan, memperluas jangkauan untuk mendeteksi kamp-kamp pelatihan pemberontak dan pergerakan militan.
"Kami butuh lebih banyak peralatan komunikasi, komunikasi tingkat tinggi yang bisa kami gunakan untuk menyadap ponsel musuh. Kami juga butuh pesawat nirawak," ujarnya di hadapan Kongres.
Para petinggi pertahanan negara tersebut mengakui telah meremehkan para militan pro ISIS yang sangat terorganisir itu. Mereka menyapu kota itu pada 23 Mei lalu dan masih menguasai sebagian daerahnya meski terus digempur oleh ratusan tentara yang dibantu serangan udara dan artileri.
Kongres Filipina telah menyetujui permintaan Duterte untuk memperpanjang darurat militer hingga akhir tahun di Mindanao. Dengan demikian, pasukan keamanan sekaligus mendapatkan kewenangan lebih besar untuk mengejar para ekstemis hingga ke luar Marawi.
|
Masih belum jelas bagaimana Duterte akan mengatasi ekstremisme di negaranya, kelak, setelah pasukannya merebut kembali Marawi dan mengalahkan sekitar 70 miltan yang masih bersembunyi di antara puing-puing daerah komersial itu sembari menyandera banyak warga sipil.
Lebih dari 500 orang tewas, termasuk 45 warga sipil dan 105 pasukan pemerintah. Setelah sejumlah tenggat waktu sepihak pemerintah untuk merebut kembali kota tersebut gagal dipenuhi, kini pasukan militer bahkan menyatakan kekurangan opsi karena para sandera yang diculik ISIS.
Duterte telah memerintahkan militer untuk menghindari korban sipil lebih banyak.
"Saya memerintahkan mereka 'jangan menyerang.' Yang terpenting adalah kami tidak mau membunuh orang," ujarnya pada akhir pekan lalu, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (24/7). "Jika kita harus menunggu selama satu tahun, maka kita tunggu hingga satu tahun."
|
Filipina selatan telah dinodai pemberontakan dan kejahatan selama beberapa dekade terakhir. Namun, intensitas pertempuran di Marawi dan kehadiran pasukan asing yang membantu militan lokal membuat sejumlah pihak khawatir kota ini akan menjadi pusat ISIS di Asia Tenggara.
Para militan dari Malaysia dan Idonesia yang sama-sama bermayoritas Muslim diketahui turut bertarung di Marawi.
Sekitar 5 juta Muslim tinggal di Filipina yang bermayoritas Katolik, kebanyakan di Mindanao. Menteri Perahanan Delfin Lorenzana mengindikasikan bahwa setelah Marawi, pemerintah akan memperkuat pengawasan di kawasan, memperluas jangkauan untuk mendeteksi kamp-kamp pelatihan pemberontak dan pergerakan militan.
"Kami butuh lebih banyak peralatan komunikasi, komunikasi tingkat tinggi yang bisa kami gunakan untuk menyadap ponsel musuh. Kami juga butuh pesawat nirawak," ujarnya di hadapan Kongres.
Credit CNN Indonesia