Rabu, 26 Juli 2017

Erdogan pada AS: Turki Berhak Perkuat Pertahanan Diri


Erdogan pada AS: Turki Berhak Perkuat Pertahanan Diri
Erdogan mengaku bingung dengan sikap AS yang mengaku was-was terhadap rencana Turki membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Foto/Reuters


ANKARA - Presiden Turki Tayyip Erdogan mengaku bingung dengan sikap Amerika Serikat (AS) yang mengaku was-was terhadap rencana Turki membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Erdogan menegaskan, sebagai negara berdaulat, Turki berhak untuk memperkuat pertahanan diri, salah satu caranya adalah dengan membeli S-400.

"Mengapa ini harus menjadi perhatian? Setiap negara harus mengambil tindakan tertentu untuk memastikan keamanannya," kata Erdogan dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (25/7).

"Sisi mana yang dapat memastikan langkah-langkah ini, ada langkah-langkah yang diambil. Berapa kali kita berbicara dengan Amerika, tapi tidak berhasil. Jadi, suka atau tidak, kami mulai membuat rencana tentang S-400. Departemen terkait sedang bernegosiasi dan langkah ini akan diambil," sambungnya.

Sebelumnya diwartakan, Kepala Staf Gabungan AS Joseph Dunford menyatakan, jika Turki benar-benar membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia, hal itu akan menjadi perhatian utama AS.

"Ada laporan media yang tidak benar, mereka belum membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Itu akan menjadi kekhawatiran, apakah mereka melakukan itu, tapi mereka belum melakukannya," kata Dunford.

Negosiasi Turki dan Rusia untuk pembelian sistem anti-rudal S-400 terungkap sejak bulan November tahun lalu. Turki mulai melirik tameng rudal mutakhir Moskow itu setelah pada tahun 2015 Ankara membatalkan kontrak pembelian sistem anti-rudal FD-2000 China senilai USD3,4 miliar. Turki membatalkan kontrak karena Beijing enggan mentransfer teknologi beserta peralatannya.

Langkah Turki yang memilih senjata canggih Rusia itu sedari awal memang telah memicu kekhawatiran di antara anggota NATO lainnya. Sebab, senjata itu tidak sesuai dengan peralatan yang digunakan oleh NATO. 




Credit  sindonews.com