Keikutsertaan Indonesia yang terakhir
sebagai anggota dalam pertemuan OPEC pada 2008 diwakili oleh mantan
Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro (duduk kelima dari kanan) dan mantan
Dirjen Migas Luluk Sumiarso (duduk keempat dari kanan). (dok opec.org)
"Soal kerjasama kita yang berhenti dengan Arab Saudi, dengan Irak, Iran, Kuwait dan Aljazair. Dari pertemuan kemarin mereka sangat antusias dan akan membentuk joint committee yang membahasnya dalam dua minggu sekali atau sebulan sekali," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja di Gedung DPR, Selasa (9/6).
Di sela-sela acara Organisasi Negara-Negara Pengekspor MInyak (OPEC) di Wina, Austria, 4-5 Juni 2015, Wiratmaja mengatakan komite bersama juga akan mendetilkan skema kerjasama antar-perusahaan minyak nasional (national oil company) guna merealisasikan transaksi jual-beli. Dalam hal ini, katanya, PT Pertamina (Persero) akan mewakili Indonesia selaku pelaksana transaksi jual-beli minyak langsung.
"Kan kalau NOC to NOC mereka bilang senang sekali. Nantinya Pertamina yang cover. Jadi kalau kontrak (lama) Pertamina habis, pengadaan minyak bisa melalui kerjasama ini," tuturnya.
|
"Misalnya Iran, produksi dia kan 4 juta barel namun yang dia pakai hanya 1,5 juta barel. Tentang mana yang memberikan term in condition paling bagus dan mana yang berikan diskon paling besar dengan jangka waktu paling bagus, nanti akan kita kirim. Nah tugas joint committee nanti untuk atur itu," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, lanjut Wiratmaja, perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, menegaskan kembali keinginannya untuk membangun kilang di Indonesia. Sebelumnya, Saudi Aramco pernah menyatakan bersedia membangun kilang pengolahan minyak dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) di Indonesia, tetapi molor akibat ketidakseriusan pemerintah menyediakan insentif fiskal.
credit CNN Indonesia