Muslim Imran, President of Palestinian Cultural Organization Malaysia (PCOM). (CNN Indonesia/Natalia Santi)
Jakarta, CB-- Indonesia diharapkan untuk menggandeng seluruh faksi jika ingin benar-benar memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Selama ini, Indonesia dinilai hanya berkomunikasi dengan otoritas resmi
di Ramallah, melalui jalur-jalur diplomatik. Padahal jika ingin total,
Indonesia juga harus mau merangkul pemerintahan Perdana Menteri Ismail
Haniyeh di Jalur Gaza.
"Pemerintah Indonesia kurang proaktif di Timur Tengah seperti yang kami harapan. Keterlibatan dengan Palestina terbatas hanya dengan saluran diplomatik," kata Muslim Imran, President of Palestinian Cultural Organization Malaysia (PCOM) kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/7).
"Dan bagi Palestina, untuk mengakhiri pendudukan kita perlu lebih dari sekadar diplomasi," kata Imran, yang juga perwakilan Gerakan Perlawanan Hamas di Asia.
"Pemerintah Indonesia kurang proaktif di Timur Tengah seperti yang kami harapan. Keterlibatan dengan Palestina terbatas hanya dengan saluran diplomatik," kata Muslim Imran, President of Palestinian Cultural Organization Malaysia (PCOM) kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/7).
"Dan bagi Palestina, untuk mengakhiri pendudukan kita perlu lebih dari sekadar diplomasi," kata Imran, yang juga perwakilan Gerakan Perlawanan Hamas di Asia.
Seraya menghargai berbagai upaya diplomasi Indonesia, Imran menilai ada banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah. Antara lain komunikasi politik langsung dengan kelompok-kelompok politik di Palestina. "Kami berharap Indonesia bisa memainkan peran dalam rekonsiliasi," kata Imran.
"Bantuan kemanusiaan langsung ke Gaza dan Yerusalem. Mereka harus berkomunikasi dengan Hamas jika mereka ingin memiliki proyek apapun di Gaza," kata dia.
Imran memaparkan bahwa otoritas Palestina di Ramallah tidak memiliki akses ke seluruh rakyat Palestina. "Mereka hanya punya pengaruh di Tepi Barat dan misi diplomatik," kata dia.
Namun, Otoritas Palestina di Ramallah tidak punya pengaruh di Gaza, atau Diaspora Palestina di seluruh dunia. Imran menyebut dua tahun lalu Turki menggelar pertemuan dengan Diaspora Palestina dan dihadiri sekitar 6.000 orang. "Pertemuan terbesar yang pernah ada," kenangnya.
Adapun Rusia yang juga mendukung kemerdekaan Palestina pernah menggelar pertemuan dengan faksi-faksi di Palestina.
"Lembaga-lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yang berkontribusi, bukan pemerintah," kata Imran, yang menyarankan Indonesia juga seharusnya berkomunikasi dengan Perdana Menteri Ismail Haniyeh.
Duta Besar RI untuk Negara Palestina dan Yordania, Andy Rachmianto menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak hanya berkomunikasi dengan Otoritas Palestina di Ramallah tetapi juga di Gaza.
"Misalnya ketika kita ingin menyalurkan bantuan obat-obatan ke Gaza, kita juga menghubungi Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza," kata Andy kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/7).
"Jalur komunikasi kita dengan pihak Palestina memang tidak bisa dibandingkan dengan Mesir dan Turki yang punya hubungan diplomatik dengan Israel sebagai penguasa wilayah pendudukan di Tepi Barat dan memblokade Gaza," kata Andy.
"Karena itu Pemri hanya dapat membuka konsulat kehormatan di Ramallah, karena Gaza sudah 12 tahun diblokade Israel, sehingga kita menghadapi keterbatasan akses untuk masuk ke Gaza," kata dia.
Sebagai Dubes RI untuk Negara Palestina, Andy sendiri belum mendapat akses untuk masuk ke Ramallah, apalagi Gaza. "Jadi saya hanya bisa bertemu dengan Presiden Abbas di Amman dan belum bisa bertemu dengan PM Ismail Haniyeh," kata Andy.
Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan delegasi Palestina, Indonesia selalu mendorong perlu dan pentingya rekonsiliasi (islah) antara Fatah dan Hamas. "Karena itu Pemri menyambut baik islah pada Oktober 2017, tapi akhirnya surut akibat sikap Trump tentang Yerusalem," kata Andy.
Dia menambahkan selama ini Mesir lebih banyak berperan dalam kerangka islah, karena para pemimpin Hamas dan juga warga Gaza hanya bisa keluar dari Gaza atas seizin otoritas Mesir yang menguasai pintu Rafah. "Mengingat pintu Rafah hanya dibuka pada waktu-waktu tertentu, misalnya Idul Fitri, karena perlu izin khusus dari otoritas keamanan dan intelijen Mesir," kata Andy.
Hal senada disampaikan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Sunarko. "Terkait dengan dinamika internal di antara faksi-faksi bangsa Palestina, Indonesia terus mengharapkan agar momentum rekonsiliasi pada akhir 2017 lalu dapat terus dilanjutkan, dan tidak surut kembali, mengingat persatuan nasional adalah inti dari kekuatan guna merebut kemerdekaan. Pengalaman Indonesia merupakan bukti konkret dari prinsip ini," kata mantan Wakil Dubes RI untuk Arab Saudi tersebut.
Credit cnnindonesia.com