Damaskus, Suriah, (CB) - Kelompok gerilyawan di Provinsi
Daraa, Suriah Selatan, terpecah antara mereka yang ingin rujuk dengan
pemerintah dan kelompok ultra-radikal --yang ingin melanjutkan perang--
di tengah operasi militer besar di daerah itu.
Kantor berita resmi Suriah, SANA, melaporkan pada Senin bahwa gerilyawan di Kota Kecil Busra Ash-Sham di pinggir timur Daraa telah mulai menyerahkan senjata mereka kepada militer Suriah sebagai bagian dari proses "perujukan" yang disepakati di kota kecil tersebut sehari sebelumnya.
Proses penyerahan senjata di Busra Ash-Sham itu diperkirakan selesai pada Selasa, kata SANA.
Itu terjadi saat beberapa kota kecil telah menerima untuk melaksanakan proses perujukan dengan militer Suriah di Daraa, sementara kota kecil lain telah direbut kembali melalui aksi militer.
Sehari sebelumnya, gerilyawan di Busra Ash-Sham dan Kota Kecil Jizeh menerima baik untuk rujuk dengan pemerintah.
Kesepakatan perujukan tersebut telah diusulkan oleh Rusia, yang terlibat dalam proses perundingan dengan bermacam kelompok gerilyawan di Daraa dalam upaya mencapai kesepakatan yang dapat menyaksikan kembalinya Daraa ke dalam kendali pemerintah dengan lebih sedikit aksi militer.
Kelompok pemantau Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia menyatakan usul Rusia itu menuntut gerilyawan di Daraa menyerahkan senjata berat dan sedang mereka sementara tetap memegang senjata ringan.
Gerilyawan juga akan mengibarkan bendera Pemerintah Suriah di gedung pemerintah sebagai awal bagi kembali beroperasinya lembaga pemerintah di daerah yang sebelumnya dikuasai gerilyawan di Daraa.
Kelompok pengamat yang berpusat di London tersebut menyatakan pembicaraan itu didukung oleh Jordania, yang memiliki pengaruh atas gerilyawan di daerah tersebut di dekat perbatasan Jordania.
Mengenai tempat penyeberangan dengan Jordania, Rusia mengusulkan polisi dan petugas pabean Suriah akan kembali menguasai tempat penyeberangan perbatasan Nasib dengan Jordania.
Tapi Observatorium itu pada Senin menyatakan beberapa kelompok gerilyawan menerima baik usul tersebut sementara yang lain, terutama Front An-Nusra --yang memiliki hubungan dengan Al-Qaida dan juga dikenal dengan nama Komite Pembebasan Levant, telah menolak usul itu.
Usul tersebut membuat Front An-Nusra adalah kepergian mereka dari daerah yang dikuasai gerilyawan di Suriah Utara, kata Observatorium tersebut, sebagaimana dilaporkan Xinhua. Ditambahkannya, pemimpin kelompok itu di Daraa menolak usul kepergian dan menyerukan pengerahan umum untuk memerangi pasukan pemerintah sampai titik darah penghabisan.
Sementara itu, Observatorium mengatakan Angkatan Udara Suriah tidak melancarkan serangan udara di Daraa selama 45 jam, kecuali terhadap Kota Kecil Tafas di pinggir timur Daraa, tempat gerilyawan menolak kesepakatan dukungan Rusia tersebut.
Namun, pemboman dan pertempuran berlanjut di daerah lain di pinggir timur Daraa, kata laporan Observatorium.
Daraa memiliki kepentingan strategis sebab kota itu adalah tempat kelahiran perang Suriah, yang meletus pada 2011, dan menguasainya akan menjadi kemenangan besar buat militer Suriah baik secara simbolis maupun secara militer sebab gerilyawan telah menggunakan perbatasan Jordania untuk memasukkan senjata dan petempur selama perang Suriah.
Kantor berita resmi Suriah, SANA, melaporkan pada Senin bahwa gerilyawan di Kota Kecil Busra Ash-Sham di pinggir timur Daraa telah mulai menyerahkan senjata mereka kepada militer Suriah sebagai bagian dari proses "perujukan" yang disepakati di kota kecil tersebut sehari sebelumnya.
Proses penyerahan senjata di Busra Ash-Sham itu diperkirakan selesai pada Selasa, kata SANA.
Itu terjadi saat beberapa kota kecil telah menerima untuk melaksanakan proses perujukan dengan militer Suriah di Daraa, sementara kota kecil lain telah direbut kembali melalui aksi militer.
Sehari sebelumnya, gerilyawan di Busra Ash-Sham dan Kota Kecil Jizeh menerima baik untuk rujuk dengan pemerintah.
Kesepakatan perujukan tersebut telah diusulkan oleh Rusia, yang terlibat dalam proses perundingan dengan bermacam kelompok gerilyawan di Daraa dalam upaya mencapai kesepakatan yang dapat menyaksikan kembalinya Daraa ke dalam kendali pemerintah dengan lebih sedikit aksi militer.
Kelompok pemantau Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia menyatakan usul Rusia itu menuntut gerilyawan di Daraa menyerahkan senjata berat dan sedang mereka sementara tetap memegang senjata ringan.
Gerilyawan juga akan mengibarkan bendera Pemerintah Suriah di gedung pemerintah sebagai awal bagi kembali beroperasinya lembaga pemerintah di daerah yang sebelumnya dikuasai gerilyawan di Daraa.
Kelompok pengamat yang berpusat di London tersebut menyatakan pembicaraan itu didukung oleh Jordania, yang memiliki pengaruh atas gerilyawan di daerah tersebut di dekat perbatasan Jordania.
Mengenai tempat penyeberangan dengan Jordania, Rusia mengusulkan polisi dan petugas pabean Suriah akan kembali menguasai tempat penyeberangan perbatasan Nasib dengan Jordania.
Tapi Observatorium itu pada Senin menyatakan beberapa kelompok gerilyawan menerima baik usul tersebut sementara yang lain, terutama Front An-Nusra --yang memiliki hubungan dengan Al-Qaida dan juga dikenal dengan nama Komite Pembebasan Levant, telah menolak usul itu.
Usul tersebut membuat Front An-Nusra adalah kepergian mereka dari daerah yang dikuasai gerilyawan di Suriah Utara, kata Observatorium tersebut, sebagaimana dilaporkan Xinhua. Ditambahkannya, pemimpin kelompok itu di Daraa menolak usul kepergian dan menyerukan pengerahan umum untuk memerangi pasukan pemerintah sampai titik darah penghabisan.
Sementara itu, Observatorium mengatakan Angkatan Udara Suriah tidak melancarkan serangan udara di Daraa selama 45 jam, kecuali terhadap Kota Kecil Tafas di pinggir timur Daraa, tempat gerilyawan menolak kesepakatan dukungan Rusia tersebut.
Namun, pemboman dan pertempuran berlanjut di daerah lain di pinggir timur Daraa, kata laporan Observatorium.
Daraa memiliki kepentingan strategis sebab kota itu adalah tempat kelahiran perang Suriah, yang meletus pada 2011, dan menguasainya akan menjadi kemenangan besar buat militer Suriah baik secara simbolis maupun secara militer sebab gerilyawan telah menggunakan perbatasan Jordania untuk memasukkan senjata dan petempur selama perang Suriah.
Credit antaranews.com