Di
desa kecil Mvezo masih berdiri rumah tempat Nelson Mandela dilahirkan.
Dia tinggal di sini sampai usia 2 tahun, ketika ayahnya kehilangan
posisi sebagai kepala desa dalam perselisihan dengan seorang hakim.
Kemudian keluarganya pindah ke Qunu, di mana Mandela hidup sampai usia 9
tahun, sampai ayahnya meninggal.
Dia dan ibunya kemudian pindah ke Mqhekezweni. Di sini dia diadopsi oleh keluarga seorang pemimpin lokal Jongintaba Dalindyebo dan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Dalam otobiografinya "Long Walk to Freedom" Mandela, yang oleh kaumnya dipanggil Madiba, menulis bahwa minatnya dalam politik pertama kali menyala ketika mendengarkan para tetua suku mengadakan pertemuan masyarakat di Mqhekezweni.
Setelah 27 tahun di penjara, Mandela kembali lagi ke Qunu dan membangun tempat untuk keluarganya. Setelah dia pensiun dari jabatan publik, dia kembali lagi ke sini juga. Di sini berdiri Museum Nelson Mandela, yang diresmikan 11 Februari 2000, pada peringatan 10 tahun pembebasannya dari penjara.
Sekitar 200 kilometer ke selatan terletak Museum Steve Biko di King William's Town. Biko adalah ikon gerakan anti apartheid, seorang nasionalis Afrika dan pemimpin gerakan akar rumput Black Consciousness Movement (Gerakan Kesadaran Kulit Hitam). Dia meninggal tahun 1977 setelah ditangkap dan dipukuli. Dia memiliki pengaruh besar pada Mandela.
Mandela tinggal di Soweto dari 1946 hingga 1962 dan bekerja dengan aktivis African National Congres (ANC) Walter Sisulu, yang banyak mempengaruhi kegiatan politiknya. Rumah Mandela di Soweto sekarang juga sudah menjadi museum.
Situs yang paling lengkap dan paling memilukan tentang politik apartheid adalah di Apartheid Museum. Pintu masuknya dibagi menjadi bagian "blankes / kulit putih" dan "nie-blankes / non-kulit putih".
Museum ini merinci sejarah para pemukim kulit putih di Afrika Selatan, permulaan perjuangan anti apartheid dan perjuangan sehari-hari warga kulit hitam. Di sini diceritakan bagaimana Nelson Mandela mengubah ANC menjadi sebuah gerakan politik massa.
Terlepas dari penghinaan dan penindasan yang dialaminya selama bertahun-tahun di sini, Mandela juga mengasah keterampilannya sebagai seorang pemimpin dan negosiator handal. Inilah modal penting baginya ketika merintis menuju kepresidenan pada tahun 1994 setelah dia dibebaskan.
Afrika Selatan sekarang telah berkembang jauh. Negara demokrasi ini memang masih memiliki tantangan bagi mada depan, termasuk meningkatkan kondisi kehidupan warga dan memberi pendidikan yang layak bagi mayoritas kulit hitamnya.
Sebuah aplikasi ponsel pintar, Madiba's Journey, diperkenalkan oleh Lembaga Pariwisata Afrika Selatan dan Nelson Mandela Foundation. Alikasi ini mengisahkan perjalanan hidup Nelson Mandela, yang telah mendedikasikan hidupnya bagi perjuangan kemerdekaan kaum tertindas.
Dia dan ibunya kemudian pindah ke Mqhekezweni. Di sini dia diadopsi oleh keluarga seorang pemimpin lokal Jongintaba Dalindyebo dan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Dalam otobiografinya "Long Walk to Freedom" Mandela, yang oleh kaumnya dipanggil Madiba, menulis bahwa minatnya dalam politik pertama kali menyala ketika mendengarkan para tetua suku mengadakan pertemuan masyarakat di Mqhekezweni.
Setelah 27 tahun di penjara, Mandela kembali lagi ke Qunu dan membangun tempat untuk keluarganya. Setelah dia pensiun dari jabatan publik, dia kembali lagi ke sini juga. Di sini berdiri Museum Nelson Mandela, yang diresmikan 11 Februari 2000, pada peringatan 10 tahun pembebasannya dari penjara.
Sekitar 200 kilometer ke selatan terletak Museum Steve Biko di King William's Town. Biko adalah ikon gerakan anti apartheid, seorang nasionalis Afrika dan pemimpin gerakan akar rumput Black Consciousness Movement (Gerakan Kesadaran Kulit Hitam). Dia meninggal tahun 1977 setelah ditangkap dan dipukuli. Dia memiliki pengaruh besar pada Mandela.
Pemimpin anti-apartheid di Soweto
Dibangun tahun 1930 oleh pemerintah kulit putih untuk merelokasi penduduk kulit hitam menjauh dari Johannesburg, Soweto berkembang menjadi kota kulit hitam terbesar di Afrika Selatan. Kemiskinan merajalela di kota yang kumuh itu. Aksi protes terhadap politik apartheid selalu marak diiringi dengan bentrokan dan kerusuhan.Mandela tinggal di Soweto dari 1946 hingga 1962 dan bekerja dengan aktivis African National Congres (ANC) Walter Sisulu, yang banyak mempengaruhi kegiatan politiknya. Rumah Mandela di Soweto sekarang juga sudah menjadi museum.
Situs yang paling lengkap dan paling memilukan tentang politik apartheid adalah di Apartheid Museum. Pintu masuknya dibagi menjadi bagian "blankes / kulit putih" dan "nie-blankes / non-kulit putih".
Museum ini merinci sejarah para pemukim kulit putih di Afrika Selatan, permulaan perjuangan anti apartheid dan perjuangan sehari-hari warga kulit hitam. Di sini diceritakan bagaimana Nelson Mandela mengubah ANC menjadi sebuah gerakan politik massa.
Perjalanan Madiba sebagai aplikasi
Perjalanan feri selama 45 menit dari Cape Town membawa kita ke Robben Island, tempat Mandela menghabiskan 18 tahun dari 27 tahun di penjara, dimulai tahun 1964, bersama para pahlawan gerakan lainnya Walter Sisulu dan Govan Mbeki.Terlepas dari penghinaan dan penindasan yang dialaminya selama bertahun-tahun di sini, Mandela juga mengasah keterampilannya sebagai seorang pemimpin dan negosiator handal. Inilah modal penting baginya ketika merintis menuju kepresidenan pada tahun 1994 setelah dia dibebaskan.
Afrika Selatan sekarang telah berkembang jauh. Negara demokrasi ini memang masih memiliki tantangan bagi mada depan, termasuk meningkatkan kondisi kehidupan warga dan memberi pendidikan yang layak bagi mayoritas kulit hitamnya.
Sebuah aplikasi ponsel pintar, Madiba's Journey, diperkenalkan oleh Lembaga Pariwisata Afrika Selatan dan Nelson Mandela Foundation. Alikasi ini mengisahkan perjalanan hidup Nelson Mandela, yang telah mendedikasikan hidupnya bagi perjuangan kemerdekaan kaum tertindas.
Credit sindonews.com/dw