Rabu, 11 Juli 2018

Anggota Parlemen Eropa Diadili karena Jadi Mata-mata Rusia

Anggota Parlemen Eropa Diadili karena Jadi Mata-mata Rusia
Anggota Parlemen Eropa asal Hongaria, Bela Kovacs, diadili dengan tuduhan menjadi mata-mata bagi Rusia. Foto/Istimewa

BUDAPEST - Seorang anggota Parlemen Eropa dari Hongaria diadili di Budapest. Ia dituduh telah memata-matai Uni Eropa untuk Rusia.

Bela Kovacs dituding telah memata-matai Uni Eropa dan terlibat dalam spionase untuk kepentingan negara asing. Dakwaan terhadapnya telah diajukan pada akhir tahun lalu.

Meskipun Rusia tidak disebutkan dalam lembar tuntutannya, Kovacs, yang sering berkunjung ke Rusia, dicurigai oleh Jaksa secara teratur bertemu secara rahasia dengan seorang diplomat Rusia yang diyakini sebagai agen dinas rahasia.

Politisi berusia 58 tahun itu diduga memberikan informasi tentang masalah energi, pemilihan Parlemen Eropa (EP), dan politik domestik Hongaria.

Kovacs juga dituduh melakukan penipuan fiskal dan pemalsuan dokumen yang menyebabkan kerugian finansial besar bagi lembaga-lembaga EP.

Politisi, yang masih mempertahankan jabatannya di Brussels, secara konsisten membantah semua tuduhan, yang pertama kali dibuat oleh pihak berwenang Hongaria sebelum pemilihan EP terakhir pada tahun 2014.

Imunitas parlemennya dicabut oleh EP pada tahun berikutnya.

Sebelum sidang pendahuluan Selasa kemarin di Pengadilan Regional Budapest, Kovacs mempertanyakan bagaimana ia dapat mengetahui apakah seseorang adalah mata-mata atau tidak. Sidang itu sendiri berjalan tertutup untuk pers dan publik dengan alasan rahasia negara.

"Itu tidak tertulis di dahi mereka," katanya seperti dikutip dari Japan Times, Rabu (11/7/2018).

Kovacs diberhentikan keanggotaannya dari dari partai nasionalis Jobbik segera setelah tuduhan itu muncul.

Ia menuduh partai sayap kanan Perdana Menteri Viktor Orban Fidesz menggunakannya untuk menyerang Jobbik, yang merupakan partai oposisi terbesar Hongaria.

Jika terbukti melakukan spionase, Kovacs dapat dijatuhi hukuman penjara antara dua sampai delapan tahun. 





Credit  sindonews.com