Ilustrasi Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Perusahaan asal Singapura, Keppel Offshore and Marine, pekan lalu datang ke Kantor Kemenko Kemaritiman untuk menawarkan pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) kepada pemerintah Indonesia.
LNG tersebut rencananya untuk bahan bakar pembangkit-pembangkit listrik tenaga gas di beberapa wilayah Indonesia. Harga gas dari Singapura diklaim cukup kompetitif sehingga dipertimbangkan oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, heran dengan rencana tersebut. Ini aneh karena Singapura adalah negara yang sama sekali tidak punya cadangan minyak dan gas bumi.
"Agak lucu Singapura ekspor gas ke kita, mereka kan enggak punya sumber gas sama sekali," kata Komaidi kepada detikFinance, Rabu (23/8/2017).
Apalagi, Indonesia adalah negara eksportir gas. Sampai saat ini pun Indonesia masih mengekspor gas ke Singapura.
"Enggak logis juga, mereka (Singapura) kan selama ini beli dari kita. Jangan-jangan gas kita sendiri mau dijual lagi ke sini," ujarnya.
Memang ada perkiraan bahwa Indonesia sudah membutuhkan gas impor sekitar tahun 2019-2020 karena adanya peningkatan kebutuhan di dalam negeri, terutama untuk kelistrikan.
Tapi, sebaiknya Indonesia membeli langsung dari negara produsen gas, bukan dari Singapura yang hanya perantara saja. Tentu harganya bisa lebih efisien.
"Harusnya beli langsung ke produsen. Rencana ini perlu dikaji ulang untuk kepentingan jangka panjang," tutupnya.
Credit finance.detik.com
RI Mau Beli Gas dari Singapura, Berapa Harganya?
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Keppel Offshore and Marine, perusahaan asal Singapura, menawarkan pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) kepada pemerintah Indonesia. Tawaran tersebut disambut baik, harga LNG dari Singapura diklaim cukup murah. Benarkah?
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, ragu harga LNG dari Singapura bisa lebih murah daripada gas lokal. Sebab, LNG harus dikapalkan dulu ke Indonesia, ada biaya shipping. Setelah sampai, LNG harus diregasifikasi, lalu dialirkan melalui pipa, ada tambahan biaya lagi.
"Kalkulasi saya, harga gasnya jadi lebih mahal, kan butuh shipping, regasifikasi, setelah itu lewat pipa ada tol fee," kata Komaidi kepada detikFinance, Rabu (23/8/2017).
Ia memberi gambaran, andai harga LNG dari Singapura hanya US$ 4/MMBTU saja, sampai ke pengguna akhir di Indonesia setidaknya jadi US$ 9/MMBTU. Tak lebih murah dibanding pasokan gas dari dalam negeri.
"Misalkan US$ 4/MMBTU dari Singapura, tambah ongkos shipping US$ 1/MMBTU, biaya regasifikasi US$ 1,5/MMBTU, lalu tol fee US$ 1-2/MSCF, jadi US$ 8-9/MMBTU. Ujung-ujungnya sama saja dengan gas kita," ujarnya.
Selain harganya yang tak akan murah, pasokan gas dari impor belum tentu dibutuhkan. Komaidi meminta rencana impor diperhitungkan dengan matang, jangan sampai merugikan Indonesia.
"Rencana ini perlu dikaji ulang untuk kepentingan jangka panjang," tutupnya.
Credit finance.detik.com