Kamis, 31 Agustus 2017
Satelit Telkom 1 Hancur di Orbit?
Telkom Indonesia.
CB – Anomali atau gangguan yang terjadi pada Satelit Telkom 1 pada Jumat, 25 Agustus, pekan lalu, membuat penasaran perusahaan operator asing asal Amerika Serikat bernama ExoAnalytic Solutions, Inc.
Menurut CEO ExoAnalytic, Douglas Hendrix, pihaknya telah melacak objek di orbit geostasioner (GEO) dan menemukan bukti baru bahwa satelit milik BUMN Telkom itu kemungkinan hancur berkeping-keping.
Perusahaan yang bermarkas di California ini menggunakan algoritma untuk meninjau data yang dikumpulkan oleh jaringan globalnya dari 165 teleskop optik untuk anomali, di mana salah satu instrumennya ada di Australia Timur, yang melihat satelit tersebut 'tampaknya terlepas'.
"Apa yang Anda lihat tampaknya ada banyak bahan reflektif yang berasal dari pesawat ruang angkasa. Mereka bisa jadi panel surya atau puing lainnya. Kami tidak begitu tahu," kata Hendrix seperti dikutip Arstechnica, Kamis, 31 Agustus 2017.
Selain itu, ExoAnalytic melacak sekitar 2.000 obyek di orbit geostasioner, beberapa di antaranya ukurannya kecil sekitar 20 sentimeter. Dari jumlah tersebut, sekitar seperempatnya merupakan satelit - gabungan milik militer, cuaca, dan komunikasi - dan sisanya adalah puing-puing.
Menurut Hendrix, peristiwa puing 'tidak terkendali' di orbit geostasioner relatif jarang terjadi. Walaupun ada kekhawatiran bahwa dirinya mungkin akan semakin terbiasa menyaksikan lebih banyak satelit di wilayah yang maha luas dan berharga ini.
"Saya melihat di orbit ada banyak potongan-potongan puing yang tidak terlacak. Saya tidak tahu apakah ada yang tahu populasi satelit yang sebenarnya di luar angkasa," ungkap dia.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Direktur Whosale and International Service Telkom, Abdus Somad Arief, belum memberikan keterangan apa-apa terkait temuan tersebut.
Tak hanya Telkom 1, sebelumnya, kira-kira dua bulan lalu, kejadian yang sama menimpa satelit Luksemburg berbasis SES di orbit pada jarak 36 ribu km dari Bumi. Pada 17 Juni, satelit tersebut kehilangan sebagian kontrol terhadap satelit besar di ruang geostasioner.
Credit viva.co.id