Rabu, 30 Agustus 2017

Kata Bos Besar Freeport Soal Kesepakatan dengan Pemerintah RI



Kata Bos Besar Freeport Soal Kesepakatan dengan Pemerintah RI 
Foto: Ari Saputra


Jakarta - Freeport-McMoRan Inc. (NYSE: FCX) hari ini, Selasa (29/8/2017), mengumumkan perkembangan terbaru perundingan PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan Pemerintah Indonesia mengenai hak-hak operasi jangka panjang.

FCX dan Pemerintah Indonesia telah mencapai suatu kesepahaman mengenai kerangka kerja untuk mendukung rencana investasi jangka panjang PTFI di Papua. Kerangka kerja yang membutuhkan dokumentasi definitif serta persetujuan dari dewan direksi dan mitra FCX ini mencakup hal-hal penting sebagai berikut:



1. PTFI akan mengubah bentuk Kontrak Karya menjadi suatu izin khusus (IUPK) yang akan memberikan hak-hak operasi jangka panjang bagi PTFI hingga 2041.

2. Pemerintah akan memberikan jaminan kepastian fiskal dan hukum selama jangka waktu IUPK.

3. PTFI akan berkomitmen membangun suatu smelter baru di Indonesia dalam 5 tahun.

4. FCX akan setuju melakukan divestasi kepemilikannya di PTFI berdasarkan harga pasar yang wajar sehingga kepemilikan Indonesia atas saham PTFI akan menjadi 51%. Jadwal dan proses divestasi sedang dibahas bersama Pemerintah. Divestasi ini akan diatur, sehingga FCX akan tetap memegang kendali atas operasi dan tata-kelola PTFI.



Richard C. Adkerson, President dan Chief Executive Officer, menyambut baik kesepakatan tersebut. Richard mengatakan, dengan senang hati mengumumkan kerangka kerja untuk mendukung operasi dan investasi di Papua.

"Kami dengan senang hati mengumumkan suatu kesepakatan kerangka kerja guna mendukung operasi dan investasi yang sedang kami jalankan di Papua. Tercapainya kesepahaman mengenai struktur kesepakatan bersama merupakan hal yang signifikan dan positif bagi seluruh pemangku kepentingan," ujar Richard dalam keterangan tertulis, Selasa (29/8/2017).


"Pekerjaan penting yang masih harus dilakukan untuk mendokumentasikan kesepakatan ini, dan kami berkomitmen untuk menyelesaikan dokumentasi tersebut sesegera mungkin di tahun 2017," lanjut Richard.

FCX merupakan perusahaan pertambangan terkemuka yang berbasis di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengoperasikan asset-aset besar, tahan lama, serta beragam secara geografis dengan cadangan tembaga, emas, dan molybdenum yang terjamin. FCX merupakan produsen tembaga terbesar di dunia yang diperdagangkan secara publik.

Portofolio aset FCX mencakup distrik mineral Grasberg di Indonesia, salah satu endapan tembaga dan emas terbesar di dunia. Lalu, operasi pertambangan yang signifikan di Amerika, termasuk distrik mineral Morenci berskala besar di Amerika Utara dan operasi Cerro Verde di Amerika Selatan.



Credit  finance.detik.com


Bos Freeport Buka Suara Soal Alasan Sepakat dengan Pemerintah
Truk pengangkut galian tambang di tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia, 2000 .Rully Kesuma/ TEMPO
Truk pengangkut galian tambang di tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia, 2000 .Rully Kesuma/ TEMPO.

CB, Jakarta - Presiden Direktur Freeport McMoran Richard Adkerson menyatakan kesediaannya memenuhi persyaratan yang diajukan pemerintah guna mendapat perpanjangan izin menambang di Papua. “Saya menekankan kesediaan kami, kesepakatan kami, untuk mendivestasikan 51 persen saham kami dan membangun smelter sebagai konsesi utama dan bentuk kompromi kami,” ujarnya dalam jumpa pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.

Richard menyadari bahwa untuk dapat mencapai objektif perusahaannya, yakni berinvestasi di sektor pertambangan di Indonesia dan memperoleh waktu untuk memulihkan investasi yang telah dikeluarkan perusahaannya, maka dia harus kooperatif dan mau memenuhi tuntutan yang diajukan  pemerintah. “Kami siap bekerjasama,” ujarnya.

Dia menyatakan bersedia untuk menaikkan kepemilikan Indonesia yang sebelumnya hanya berkisar 9 persen menjadi 51 persen. Namun, ujar dia, detail teknis dan waktu divestasi saham itu masih dirundingkan kembali dengan pihak pemerintah. “Divestasi itu tentu harus dengan skema dan harga yang sesuai,” kata dia.

Selain dua poin di atas, perusahaan asal Amerika Serikat itu juga siap untuk memberi pendapatan yang lebih tinggi bagi pemerintah dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. “Sedang kami rundengan Menteri Sri Mulyani terkait nilai pajak dan non-pajak dalam kontrak kesepakatan itu,” Richard berujar.



Richard menilai saat ini adalah masa yang kritis bagi perusahaan tambang yang telah beroperasi di pertambangan Grasberg sejak 1970. Dan dalam waktu-waktu kinilah, kata dia, perusahaan itu akhirnya bisa mengembangkan usaha pertambangannya dengan mengembangkan sumber daya bawah tanah yang telah diidentifikasi sejak lama. “Pengembangan itu akan butuh investasi yang besar, sekitar US$ 20 miliar itu adalah proyek yang baru. Kami akan berinvestasi di bagian front end sekitar US$ 17 miliar dari total US$ 20 miliar itu dan baru mendapat revenue di 2041, dengan setengahnya diperoleh setelah 2031,” dia menjelaskan.

Investasi itulah yang menjadi pertimbangan utama mengapa akhirnya perusahaan tambang itu berusaha mencapai kesepakatan dengan pemerintah.Disamping itu, Richard yakin proyek-proyek Freeport dapat menjadi ladang pekerjaan bagi masyarakat dan akan memberi dampak sosial dan keuntungan finansial bagi Republik Indonesia.




Credit  tempo.co