Kim Jong-Un mendapat tekanan
internasional dan PBB. Namun ia malah mengancam akan mengirim misil
lebih banyak lagi. (dok. KCNA/via REUTERS)
Jakarta, CB --
Pimpinan Korea Utara (Korut), Kim Jong-Un mengancam akan mengirim
lebih banyak tes misil. Hal ini bahkan dilontarkan Kim Jong-Un setelah
Dewan Keamanan PBB memberi teguran keras terkait uji peluncuran rudal
yang melintasi Jepang, Selasa (29/8).
Namun, Kim tidak terpengaruh oleh teguran itu. Ia malah makin menjadi dengan menyebut peluncuran itu hanyalah "pengganjal tirai". Pernyataan ini bahkan dibuat Kim setelah Trump mengecam Korut lewat akun Twitternya.
"AS telah berbicara dengan Korea Utara dan membayar mereka uang perasan selama 25 tahun. Diskusi bukan jawaban!" seru Trump lewat akunnya, seperti ditulis AFP.
Kantor berita resmi Korea, KCNA, mengutip pernyataan Kim yang mengatakan bahwa dibutuhkan, "latihan peluncuran roket yang lebih balistik, dengan Pasifik sebagai target di masa depan".
Lebih lanjut KCNA mengutip kalau peluncuran Selasa lalu merupakan, "pendahuluan yang berarti untuk memasukkan Guam, sebagai pendahuluan basis invasi".
Hal ini dilakukan sebagai protes keras Korea Utara terhadap latihan militer AS-Korea Selatan yang sedang berlangsung. Korut menilai latihan tersebut sebagai latihan untuk invasi.
Siapkan sanksi
Selasa lalu, Korut menembakkan rudal jarak menengah Hwasong-12. Jarak tempuh rudal ini bisa menghancurkan kota-kota di Jepang atau pulau AS, Guam.
BK PBB telah menyiapkan tujuh sangsi kepada Pyongyang. Penembakan misil tersebut dinilai PBB sebagai tindakan yang keterlaluan dan tidak hanya menjadi ancaman bagi wilayah tersebut, namun juga untuk semua negara anggota PBB.
Sekutu utama Korut, China dan Rusia, ikut mendukung deklarasi rancangan AS tersebut.
Seruan Trump lewat akun Twitternya tersebut menyiratkan ancaman sanksi yang lebih banyak terhadap Korut atau bahkan serangan militer. Ancaman serupa sempat diutarakan Trump sehari sebelumnya lewat pernyataan resmi dari Gedung Putih. Trump juga menilai diplomasi yang dilakukan Dewan Keamanan PBB terhadap Korut, lambat.
Sayang, retorika Trump agak dilemahkan dengan kata-kata yang lebih tenang dari Menteri Pertahanan AS Jim Mattis. "Kami tidak pernah keluar dari solusi diplomatik," jelas Mattis setelah melakukan pembicaraan dengan rekannya dari Korea Selatan Song Young-Moo.
Namun, Kim tidak terpengaruh oleh teguran itu. Ia malah makin menjadi dengan menyebut peluncuran itu hanyalah "pengganjal tirai". Pernyataan ini bahkan dibuat Kim setelah Trump mengecam Korut lewat akun Twitternya.
"AS telah berbicara dengan Korea Utara dan membayar mereka uang perasan selama 25 tahun. Diskusi bukan jawaban!" seru Trump lewat akunnya, seperti ditulis AFP.
Kantor berita resmi Korea, KCNA, mengutip pernyataan Kim yang mengatakan bahwa dibutuhkan, "latihan peluncuran roket yang lebih balistik, dengan Pasifik sebagai target di masa depan".
Lebih lanjut KCNA mengutip kalau peluncuran Selasa lalu merupakan, "pendahuluan yang berarti untuk memasukkan Guam, sebagai pendahuluan basis invasi".
Hal ini dilakukan sebagai protes keras Korea Utara terhadap latihan militer AS-Korea Selatan yang sedang berlangsung. Korut menilai latihan tersebut sebagai latihan untuk invasi.
Siapkan sanksi
Selasa lalu, Korut menembakkan rudal jarak menengah Hwasong-12. Jarak tempuh rudal ini bisa menghancurkan kota-kota di Jepang atau pulau AS, Guam.
BK PBB telah menyiapkan tujuh sangsi kepada Pyongyang. Penembakan misil tersebut dinilai PBB sebagai tindakan yang keterlaluan dan tidak hanya menjadi ancaman bagi wilayah tersebut, namun juga untuk semua negara anggota PBB.
Sekutu utama Korut, China dan Rusia, ikut mendukung deklarasi rancangan AS tersebut.
Seruan Trump lewat akun Twitternya tersebut menyiratkan ancaman sanksi yang lebih banyak terhadap Korut atau bahkan serangan militer. Ancaman serupa sempat diutarakan Trump sehari sebelumnya lewat pernyataan resmi dari Gedung Putih. Trump juga menilai diplomasi yang dilakukan Dewan Keamanan PBB terhadap Korut, lambat.
Sayang, retorika Trump agak dilemahkan dengan kata-kata yang lebih tenang dari Menteri Pertahanan AS Jim Mattis. "Kami tidak pernah keluar dari solusi diplomatik," jelas Mattis setelah melakukan pembicaraan dengan rekannya dari Korea Selatan Song Young-Moo.
Credit cnnindonesia.com