SOCHI
- Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan
menindak militer Iran di Suriah untuk mencegah ekspansi yang lebih luas.
Ancaman itu disampaikan Netanyahu ketika menemui Presiden Rusia
Vladimir Putin di Sochi.
Rusia telah melakukan intervensi dalam perang sipil Suriah sejak tahun 2915 untuk membela sekutunya Presiden Suriah Bashar al-Assad pada tahun 2015. Selain Rusia, Iran, milisi Hizbullah Libanon dan milisi Syiah lainnya juga membela Assad.
Israel khawatir kemenangan Assad dalam perang sipil—termasuk terhadap ISIS—pada akhirnya bisa membuat militer Iran tinggal secara permanen di Suriah. Hal itu membuat Israel cemas karena selama ini merasa terancam oleh Teheran.
Dalam pertemuan dengan Putin di resor Sochi di kawasan Laut Hitam, Netanyahu mengatakan bahwa Iran berjuang untuk memperkuat pengaruhnya dari Teluk ke Laut Tengah.
”Iran sudah dalam perjalanan untuk mengendalikan Irak, Yaman dan sebagian besar sudah dalam praktik untuk mengendalikan Libanon,” kata Netanyahu kepada Putin.
”Kami tidak bisa melupakan satu menit pun bahwa Iran mengancam setiap hari untuk memusnahkan Israel,” lanjut Netanyahu, seperti dikutip Reuters, Kamis (24/8/2017).
“Israel menentang penguatan terus-menerus Iran di Suriah. Kami pasti akan membela diri dengan segala cara melawan (militer Teheran) dan ancaman apapun.”
Sejalan dengan lobi PM Netanyahu terhadap Moskow, Israel juga telah berusaha meyakinkan Washington bahwa Iran dan mitra gerilyanya menimbulkan ancaman umum yang lebih besar di wilayah Timur Tengah.
”Membawa kaum Syiah ke dalam lingkungan Sunni pasti akan memiliki banyak implikasi serius baik berkaitan dengan pengungsi maupun tindakan teroris baru,” kata Netanyahu.
”Kami ingin mencegah perang dan karena itulah lebih baik menaikkan alarm lebih awal untuk menghentikan kemunduran.”
Sementara itu, Putin dalam pertemuan yang disaksikan para wartawan tidak menanggapi ancaman Netanyahu terhadap militer Iran di Suriah.
Rusia telah melakukan intervensi dalam perang sipil Suriah sejak tahun 2915 untuk membela sekutunya Presiden Suriah Bashar al-Assad pada tahun 2015. Selain Rusia, Iran, milisi Hizbullah Libanon dan milisi Syiah lainnya juga membela Assad.
Israel khawatir kemenangan Assad dalam perang sipil—termasuk terhadap ISIS—pada akhirnya bisa membuat militer Iran tinggal secara permanen di Suriah. Hal itu membuat Israel cemas karena selama ini merasa terancam oleh Teheran.
Dalam pertemuan dengan Putin di resor Sochi di kawasan Laut Hitam, Netanyahu mengatakan bahwa Iran berjuang untuk memperkuat pengaruhnya dari Teluk ke Laut Tengah.
”Iran sudah dalam perjalanan untuk mengendalikan Irak, Yaman dan sebagian besar sudah dalam praktik untuk mengendalikan Libanon,” kata Netanyahu kepada Putin.
”Kami tidak bisa melupakan satu menit pun bahwa Iran mengancam setiap hari untuk memusnahkan Israel,” lanjut Netanyahu, seperti dikutip Reuters, Kamis (24/8/2017).
“Israel menentang penguatan terus-menerus Iran di Suriah. Kami pasti akan membela diri dengan segala cara melawan (militer Teheran) dan ancaman apapun.”
Sejalan dengan lobi PM Netanyahu terhadap Moskow, Israel juga telah berusaha meyakinkan Washington bahwa Iran dan mitra gerilyanya menimbulkan ancaman umum yang lebih besar di wilayah Timur Tengah.
”Membawa kaum Syiah ke dalam lingkungan Sunni pasti akan memiliki banyak implikasi serius baik berkaitan dengan pengungsi maupun tindakan teroris baru,” kata Netanyahu.
”Kami ingin mencegah perang dan karena itulah lebih baik menaikkan alarm lebih awal untuk menghentikan kemunduran.”
Sementara itu, Putin dalam pertemuan yang disaksikan para wartawan tidak menanggapi ancaman Netanyahu terhadap militer Iran di Suriah.
Namun Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan bahwa zona de-eskalasi yang didirikan di Suriah, di mana Iran menjadi penjamin bersama Turki dan Rusia, telah menghasilkan kemajuan nyata dalam perjalanan untuk mengakhiri perang tragis di Suriah.
”Kami tahu posisi Israel terhadap Iran, tapi kami pikir Iran di Suriah memainkan peran yang sangat konstruktif,” kata Nebenzia.
Credit sindonews.com