Menhan AS James Mattis telah bersumpah
bahwa militernya akan menembak setiap rudal yang dianggap mengancam
wilayah AS dan sekutunya, termasuk rudal Korut. (AFP PHOTO/JUNG Yeon-Je)
Jakarta, CB --
Langkah Korea Utara meluncurkan proyektil melintasi Jepang, Selasa
kemarin, bisa meningkatkan tekanan bagi Amerika Serikat untuk
mempertimbangkan opsi menembak jatuh rudal yang diluncurkan pemerintahan
Kim Jong-un di masa yang akan datang.
Selama 18 tahun terakhir, AS diketahui telah merogoh US$40 miliar atau Rp533 triliun dari kocek demi mengembangkan sejumlah instrumen militer anti-rudal seperti kapal pertahanan rudal Aegis dan sistem anti-rudal THAAD yang ditempatkan di Korea Selatan dan Guam--wilayah kedaulatan AS di Pasifik.
"Saya pikir, dalam musyawarah pemerintah, kemungkinan opsi ini sudah menjadi salah satu yang telah dipersiapkan," tutur eks Wakil Menteri Pertahanan AS, David Shear.
"Kim Jong-un semakin meremehkan Amerika dan Jepang dengan uji coba rudalnya ini."
Menhan AS James Mattis telah bersumpah pasukannya akan menembak setiap rudal yang dianggap mengancam wilayah AS dan sekutu, tak terkecuali rudal Korut.
Meski begitu, opsi pencegatan rudal ini belum pernah digunakan AS untuk membendung ancaman rudal Korut. Padahal, sejak awal 2017, Pyongyang telah melakukan uji coba peluru kendalinya sebanyak 14 kali.
Seorang pejabat AS mengatakan pencegatan rudal harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena berisiko memakan korban sipil.
Selain itu, menembak rudal di atas wilayah udara negara lain yang hanya secara tidak langsung mengancam AS bakal memicu perdebatan soal dasar hukum. Sebab, sejauh ini, Dewan keamanan PBB pun tidak secara eksplisit memberi kewenangan bagi AS dan negara lainnya untuk melakukan hal seperti itu.
Di sisi lain, kekhawatiran Gedung Putih akan respons dan pembalasan Pyongyang turut menjadi pertimbangan yang membuat opsi penggunaan sistem anti-rudal itu belum juga digunakan.
Selama 18 tahun terakhir, AS diketahui telah merogoh US$40 miliar atau Rp533 triliun dari kocek demi mengembangkan sejumlah instrumen militer anti-rudal seperti kapal pertahanan rudal Aegis dan sistem anti-rudal THAAD yang ditempatkan di Korea Selatan dan Guam--wilayah kedaulatan AS di Pasifik.
"Saya pikir, dalam musyawarah pemerintah, kemungkinan opsi ini sudah menjadi salah satu yang telah dipersiapkan," tutur eks Wakil Menteri Pertahanan AS, David Shear.
"Kim Jong-un semakin meremehkan Amerika dan Jepang dengan uji coba rudalnya ini."
Menhan AS James Mattis telah bersumpah pasukannya akan menembak setiap rudal yang dianggap mengancam wilayah AS dan sekutu, tak terkecuali rudal Korut.
Meski begitu, opsi pencegatan rudal ini belum pernah digunakan AS untuk membendung ancaman rudal Korut. Padahal, sejak awal 2017, Pyongyang telah melakukan uji coba peluru kendalinya sebanyak 14 kali.
|
Selain itu, menembak rudal di atas wilayah udara negara lain yang hanya secara tidak langsung mengancam AS bakal memicu perdebatan soal dasar hukum. Sebab, sejauh ini, Dewan keamanan PBB pun tidak secara eksplisit memberi kewenangan bagi AS dan negara lainnya untuk melakukan hal seperti itu.
Di sisi lain, kekhawatiran Gedung Putih akan respons dan pembalasan Pyongyang turut menjadi pertimbangan yang membuat opsi penggunaan sistem anti-rudal itu belum juga digunakan.
Pejabat militer dan intelijen AS telah memeringatkan bahwa rezim
Kim Jong-un dapat secara tiba-tiba melepaskan serangan rudal ke wilayah
sekutu AS sebagai balasan dari langkah militer tersebut.
Pengerahan sistem pertahanan rudal disebut hanya akan dianggap musuh
sebagai aksi 'unjuk gigi' Washington, ketimbang upaya pertahanan diri.
Hal itu bisa memicu kemarahan Kim Jong-ubn dan memperkeruh ketegangan di
kawasan.
Selain itu, sejumlah pengamat pun menilai tak ada jaminan bahwa sistem anti-rudal ini bisa sepenuhnya berhasil mencegat rudal Korut. Sebab, seluruh instrumen pertahanan itu belum pernah dioperasikan dalam kondisi perang.
"Sistem pertahanan rudal tidak bisa dijadikan perisai yang sepenuhnya melindungi dari ancaman rudal. Sistem ini hanya dirancang untuk meminimalisir kerusakan dari tembakan rudal," ujar Michael Elleman, ahli rudal di lembaga think tank 38 North.
Terlebih, jika pencegatan rudal itu gagal, AS hanya akan menanggung malu. Di sisi lain, menurut Elleman, kegagalan tersebut akan semakin membuat Korut berada di atas angin dengan ambisi rudal dan nuklirnya.
|
Selain itu, sejumlah pengamat pun menilai tak ada jaminan bahwa sistem anti-rudal ini bisa sepenuhnya berhasil mencegat rudal Korut. Sebab, seluruh instrumen pertahanan itu belum pernah dioperasikan dalam kondisi perang.
"Sistem pertahanan rudal tidak bisa dijadikan perisai yang sepenuhnya melindungi dari ancaman rudal. Sistem ini hanya dirancang untuk meminimalisir kerusakan dari tembakan rudal," ujar Michael Elleman, ahli rudal di lembaga think tank 38 North.
Terlebih, jika pencegatan rudal itu gagal, AS hanya akan menanggung malu. Di sisi lain, menurut Elleman, kegagalan tersebut akan semakin membuat Korut berada di atas angin dengan ambisi rudal dan nuklirnya.
"Jika pencegatan rudal gagal, ini akan memalukan bagi AS, meski tidak
terlalu mengejutkan," tutur Elleman menambahkan seperti dikutip Reuters.
Selain itu, sanksi internasional dan sikap keras Presiden Donald Trump--yang selama ini telah berulang kali bersumpah bahwa opsi militer bisa digunakannya untuk menghadapi Korut nampaknya tak menghalangi Kim Jong-un untuk terus menggencarkan program rudal dan nuklirnya.
Selain itu, sanksi internasional dan sikap keras Presiden Donald Trump--yang selama ini telah berulang kali bersumpah bahwa opsi militer bisa digunakannya untuk menghadapi Korut nampaknya tak menghalangi Kim Jong-un untuk terus menggencarkan program rudal dan nuklirnya.
Credit cnnindonesia.com