Rabu, 30 Agustus 2017

Siapa Pemegang 51 Persen Saham Freeport, Ini Jawaban Jonan


Tambang Grasberg atau Freeport di Papua, Indonesia. Lubang raksasa ini mulai digali tahun 1973, merupakan penghasil emas terbesar dan penghasil tembaga nomor tiga terbesar di dunia.  OLIVIA RONDONUWU/AFP/Getty Images
Tambang Grasberg atau Freeport di Papua, Indonesia. Lubang raksasa ini mulai digali tahun 1973, merupakan penghasil emas terbesar dan penghasil tembaga nomor tiga terbesar di dunia. OLIVIA RONDONUWU/AFP/Getty Images.


CB, Jakarta - Pemerintah belum menentukan siapa yang bakal menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan hal-hal mengenai akuisisi itu akan dibicarakan secara internal pemerintah, termasuk pemegang saham dan besarnya saham yang dikuasai. "Keponya nanti dulu, ya," ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, 29 Agustus 2017.

Jonan menyebutkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, maka yang berhak memegang saham itu adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, swasta nasional, hingga masuk ke bursa saham.

Perundingan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia terkait dengan perpanjangan izin menambang di Papua akhirnya mencapai titik temu. Kedua belah pihak telah membuat beberapa kesepakatan. Salah satunya mengenai divestasi saham PT Freeport Indonesia 51 persen untuk kepemilikan nasional Indonesia.

Meski telah disepakati, Jonan berujar rincian tahapan dan waktu pelaksanaan divestasi masih dirundingkan dengan perusahaan asal Negeri Paman Sam itu. "Nanti akan dimasukkan ke bagian lampiran izin usaha pertambangan khusus (IUPK)," ucapnya. Jonan berharap hal yang telah disepakati itu bertahan hingga akhir masa konsesi.

Selain berakad soal divestasi, Jonan berujar Freeport telah berkomitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam kurun waktu lima tahun setelah IUPK dikeluarkan atau selambatnya pada 2022. Kecuali, kata dia, ada force majeure selama kurun waktu tersebut.

Terakhir, Jonan menyebutkan Freeport sepakat menjaga penerimaan negara sehingga lebih baik daripada penerimaan negara di bawah kontrak karya. "Ke depan, itu enggak ada lagi kontrak karya, tapi IUPK," tuturnya.

Dengan diterimanya persyaratan itu oleh PT Freeport Indonesia, Jonan mengatakan Presiden Joko Widodo menyetujui adanya perpanjangan kontrak dengan waktu maksimum dua kali 10 tahun dengan dasar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Nanti lima tahun sebelum habis kontrak bisa diajukan perpanjangannya dan syaratnya akan dicantumkan" katanya.

Jonan berujar telah berusaha merampungkan perundingan sesuai dengan instruksi Presiden untuk mengedepankan kepentingan nasional, tapi tetap menjaga iklim investasi. Perundingan itu telah berlangsung sejak awal 2017 dan mulai intensif 3-4 bulan belakangan.





Credit  tempo.co