CB, Jakarta - Kepemimpinan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte,
telah mengalami kemunduran dalam bidang penegakan HAM sehingga
menempatkan perlindungan HAM di Filipina pada posisi yang lebih
berbahaya sebelum Duterte memimpin. Pernyataan itu diterbitkan oleh
lembaga Amnesty International untuk memperingati dua tahun kepemimpinan
Presiden Duterte di Filipina terkait kebijakan tembak mati terhadap
pengedar narkoba.
“Duterte menjadi presiden dengan citra sebagai orang kuat dan mengusung janji akan bersikap tegas terhadap hukum dan perintah. Kenyataannya dalam dua tahun kepemimpinannya, kebijakan-kebijakannya adalah sebuah bencana sehingga menempatkan negara dalam posisi yang lebih berbahaya, khususnya masyarakat miskin Filipina,” kata Rachel Chhoa Howard, Peneliti di Amnesty Internasional.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS/Handout
Dikutip dari situs amnesty.org pada Selasa, 24 Juli 2018,
Howard mengatakan bukannya mengatasi masalah-masalah sosial yang pelik,
kebijakan perang terhadap narkoba Duterte telah menyebabkan kerusakan
dan penderitaan yang tak terkatakan. Kebijakan-kebijakan Presiden
Duterte, dapat dilihat dari tewasnya ribuan orang tanpa proses hukum
menyusul tingginya pelanggaran hukum dengan eksekusi yang dilakukan di
rumah-rumah dan jalan-jalan hampir setiap hari.
“Menyusul masih berlanjutnya tindak eksekusi mati dan tidak adanya tanda-tanda langkah pencegahan di tingkat nasional, maka ini waktunya bagi komunitas internasional termasuk lembaga HAM PBB untuk membuat mandat investigasi terhadap pendekatan yang mengerikan dalam mengatasi masalah pemberantasan terhadap narkoba,” kata Howard.Dalam kritiknya Howard mengatakan kebijakan perang terhadap narkoba Presiden Duterte, mematikan. Ribuan orang tewas di Filipina karena dampak kebijakan-kebijakan yang kejam yang umumnya menyerang kalangan masyarakat miskin. Klaim Duterte untuk menjadi pembela masyarakatnya telah berbalik menjadi sebuah penghinaan terhadap para keluarga korban, khususnya setelah berjanji akan melanjutkan tindakan ‘pembunuhannya’.
“Duterte menjadi presiden dengan citra sebagai orang kuat dan mengusung janji akan bersikap tegas terhadap hukum dan perintah. Kenyataannya dalam dua tahun kepemimpinannya, kebijakan-kebijakannya adalah sebuah bencana sehingga menempatkan negara dalam posisi yang lebih berbahaya, khususnya masyarakat miskin Filipina,” kata Rachel Chhoa Howard, Peneliti di Amnesty Internasional.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS/Handout
“Menyusul masih berlanjutnya tindak eksekusi mati dan tidak adanya tanda-tanda langkah pencegahan di tingkat nasional, maka ini waktunya bagi komunitas internasional termasuk lembaga HAM PBB untuk membuat mandat investigasi terhadap pendekatan yang mengerikan dalam mengatasi masalah pemberantasan terhadap narkoba,” kata Howard.Dalam kritiknya Howard mengatakan kebijakan perang terhadap narkoba Presiden Duterte, mematikan. Ribuan orang tewas di Filipina karena dampak kebijakan-kebijakan yang kejam yang umumnya menyerang kalangan masyarakat miskin. Klaim Duterte untuk menjadi pembela masyarakatnya telah berbalik menjadi sebuah penghinaan terhadap para keluarga korban, khususnya setelah berjanji akan melanjutkan tindakan ‘pembunuhannya’.
Credit tempo.co