Foto: Muhammad Idris/detikFinance
Jakarta - Pemerintah, lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), menyatakan sudah sepakat untuk melakukan imbal dagang antara hasil perkebunan Indonesia dengan 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 dengan pihak Rusia.
Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, mengatakan nilai pembelian 11 pesawat tempur generasi baru tersebut mencapai US$ 1,14 miliar atau setara Rp 15,16 triliun (kurs Rp 13.300).
Menurut Enggar, sapaan akrabnya, imbal dagang tersebut sesuai dengan UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dalam pasal 43 ayat 5 (e), menyatakan bahwa setiap pembelian alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang dengan kandungan lokal (ofset) 85%, dan paling rendah 35%.
Yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri. Dimana di pasal 8 dinyatakan imbal dagang dalam pengadaan Alpalhankam dari luar negeri dilakukan melalui barter atau imbal beli.
Sedangkan di pasal 9, dinyatakan komponen imbal dagang meliputi barang dan jasa industri pertahanan, barang industri manufaktur, dan produk lain yang berdampak positif pada perekonomian nasional.
Komoditas yang dibarter
Sementara dalam pembelian Sukhoi Su-35, Rusia memberikan ofset 35% dari kewajiban 85%, sehingga pembelian pesawat tempur tersebut harus dibarengi dengan kewajiban Rusia membeli atau imbal beli sebanyak 50% dari nilai kontrak sebesar US$ 1,14 miliar.
"Persentase dalam pengadaan Su-35 yaitu 35% dalam bentuk ofset, dan 50% dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar US$ 570 juta dari US$ 1,14 miliar pengadaan Su-35," jelas Enggar di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/8/2017)
Menurut dia, saat ini kesepakatan tersebut baru dilakukan lewat MoU, dan akan dilanjutkan dengan perjanjian pembelian setelah komoditas asal Indonesia dan valuasi harganya yang akan dimasukkan dalam imbal beli sudah disepakati kedua belah pihak.
"Ini MoU dulu, baru nanti dilakukan perjanjian (jual beli)," ungkap Enggar.
Sebagai langkah awal, kedua pemerintah sudah menunjuk BUMN yang akan ditugasi melakukan imbal beli komoditas dari Indonesia yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan Rostec dari pihak Rusia. "Mekanisme imbal beli ini selanjutnya akan dilakukan oleh PPI dan Rostec," ujarnya.
Beberapa komoditas yang ditawarkan yakni komoditas perkebunan beserta yang ditawarkan yakni karet, minyak sawit atau CPO, mesin, kopi, kakao, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furniture, kopra, plastik, resin, kertas, rempah-rempah, produk industri pertahanan, dan produk lainnya.
Sebagai informasi, Rusia selama ini menjadi negara mitra dagang terbesar ke-24 di tahun 2016. Tahun lalu, nilai perdagangan Indonesia-Rusia tercatat US$ 2,11 miliar, dengan Indonesia menikmati surplus sebesar US$ 410,9 juta yang seluruhnya berasal dari surplus sektor nonmigas.
Ekspor non migas Indonesia ke Rusia tercatat sebesar US$ 1,26 miliar, sedangkan impor nonmigas dari Rusia yakni US$ 850 juta. Sementara perkembangan ekspor nonmigas Indonesia ke Rusia pada periode 2012-2016 tercatat tumbuh positif 8,5%.
Credit finance.detik.com
Ini Hasil Kebun yang Dibarter dengan Pesawat Sukhoi
Jakarta - Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertahanan, terus mematangkan rencana pengadaan 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 lewat skema imbal dagang (counter trade) dengan hasil perkebunan Indonesia. Kontrak perdagangan ini senilai US$ 1,14 miliar atau Rp 15,16 triliun (kurs Rp 13.300),
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan komoditas perkebunan yang ditawarkan yakni karet, minyak sawit atau CPO, kopi, kakao, tekstil, teh, dan rempah-rempah. Namun dia menegaskan, tidak akan mengekspor komoditas perkebunan dalam bentuk mentah.
Selain hasil perkebunan, komoditas ekspor lain yang ditawarkan ke Rusia antara lain ikan olahan, resin, kertas, mesin, alas kaki, produk industri pertahanan, sampai furniture.
Menurut Enggar, sapaan akrabnya, kedua pemerintah sepakat menunjuk 2 perusahaan untuk melakukan imbal beli tersebut, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan Rostec dari Rusia. Soal harga komoditas perkebunan yang fluktuatif di pasar global, itu juga masuk dalam pembahasan lebih lanjut kedua perusahaan.
"Pertama ini mengenai komoditasnya kita masih dalam pembahasan, kita tunggu (kesepakatan) dari mereka (Rostec). Pertannyaan berapa harga komoditasnya? Kita masih open nego, kita analisa mana yang lebih baik, berapa kira-kira harga CPO kita, dan (komoditas) lainnya," ungkap Enggar di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Pemerintah mengupayakan agar ekspor hasil perkebunan Indonesia ke Rusia dalam skema imbal dagang itu berupa produk turunan, sehingga memiliki nilai tambah yang lebih besar bagi neraca perdagangan Indonesia.
"Mereka awalnya harap karet saja, kita minta enggak itu saja. Kita sampaikan ke Rostec komoditas yang juga punya nilai tambah. Saya jelaskan ke mereka, Anda jual pesawat ke kami itu juga added value, saya enggak mau kirim karet mentah, minimal sudah rubber, CPO juga kalau bisa turunannya," jelas Enggar.
Bertemu Rostec
Saat ini kedua negara sudah menyepakati barter 50% dari nilai pesawat Sukhoi dengan komoditas perkebunan lewat MoU, dan akan diteruskan menjadi perjanjian jual beli setelah pembahasan jenis komoditas, sekaligus valuasi harganya, disepakati.
"Rostec nanti akan ke sini, kita sama-sama paralel meeting. Kalau semua sudah disepakati, kita akan meningkatkan MoU dengan perjanjian imbal dagang dengan mereka. Kapan proses delivery, prosesnya akan dibicarakan lagi. Karena detailnya banyak yang harus dibahas, jenis komoditasnya dan value-nya. Mereka juga minta pelabuhannya tidak di satu tempat," papar Enggar.
Sebagai informasi, kebijakan imbal beli itu diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang.
Dalam regulasi itu, setiap pembelian alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) harus memenuhi minimal 85% kandungan lokal (ofset). Sementara dalam pembelian Sukhoi Su-35, Rusia memberikan ofset 35% dari kewajiban 85%, sehingga pembelian pesawat tempur tersebut harus dibarengi dengan kewajiban Rusia membeli atau imbal beli sebanyak 50% dari nilai kontrak sebesar US$ 1,14 miliar.
"Persentase dalam pengadaan Su-35 yaitu 35% dalam bentuk ofset, dan 50% dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar US$ 570 juta dari US$ 1,14 miliar pengadaan Su-35," pungkas Enggar.
Credit finance.detik.com