Senin, 07 September 2015

Apa Benar WiFi Buruk bagi Kesehatan?

Seorang wanita di Prancis menderita electromagnetic hypersensitivity.

Apa Benar WiFi Buruk bagi Kesehatan?
Ilustrasi WiFi (REUTERS)
CB - Teknologi berbasis elektronik sudah banyak hadir di sekitar kita. Teknologi misalnya ponsel, WiFi, komputer personal, pencatat pintar (smartmeter), radio, televisi, sudah akrab di sekitar manusia pada saat ini.

Seiring dengan munculnya teknologi elektronik itu, muncullah kekhawatiran dampak terhadap kesehatan. Teknologi elektronik tersebut dianggap bisa memaparkan medan elektronik yang berdampak pada kesehatan.

Dilansir dari The Age, Senin 7 September 2015, sejauh ini ada yang menganggap memang teknologi tersebut ada dampaknya. Bukti untuk anggapan tersebut yaitu seorang wanita Prancis, Martin Richard, yang menderita electromagnetic hypersensitivity (EHS). Sindrom EHS yang disebutkan berasal dari paparan teknologi sekitar, memaksa Richard tak mampu bekerja. Perempuan itu pun dilaporkan mendapatkan kompensasi atas paparan teknologi elektronik tersebut.

Namun kompensasi itu dianggap kontroversial, sebab sejauh ini tidak ada penelitian ilmiah yang menemukan hubungan antara paparan medan elektromagnetik teknologi dan hadirnya gejala EHS.

Sarah Loughran, peneliti Universitas Wollongong, Australia menuliskan EHS merupakan kondisi yang kompleks. Gejala ini ditandai dengan gejala non spesifik di antaranya sakit kepala, mual dan kesulitan tidur, saat berada di dekat perangkat yang memancarkan medan elektromagnetik.

Meski Loughran mengatakan gejala tersebut nyata, tapi faktanya tidak ada kriteria diagnostik yang jelas untuk gejala tersebut.

"Ini adalah gangguan diagnosa diri yang tak memiliki dasar medis atau ilmiah," tulis peneliti yang juga menjadi anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu.

Penegasan Loughran dilandasi oleh penelitian yang secara konsisten gagal menemukan hubungan paparan medan elektromagentik dan gejala EHS atau kesehatan secara umum.

Lantas apa yang menyebabkan gejala EHS?. Loughran menuliskan, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah efek nocebo. Efek ini merupakan persepsi atau harapan seseorang atas bagaimana sesuatu bisa mempengaruhi mereka.

Dalam kasus EHS, tulis  Loughran, akan sesuai seseorang yang menderita gejaka ini meyakini energi elektromagnetik adalah berbahaya dan mereka merasa perangkat elektromagnetik di sekitar mereka adalah buruk bagi kesehatan mereka.

Hal ini dianggap lebih masuk akal dibanding anggapan yang umum soal dampak buruk paparan elektromagnetik.

Guna memastikan penyebab sejati dari EHS,  Loughran mengatakan perlunya penelitian lebih intens. Ia menunjukkan salah satu penelitian yang ingin mengungkap itu adalah studi yang dilakukan  Australian Centre for Electromagnetic Bioeffects Research.

Sambil menunggu hasil penelitian tersebut, Loughran menuliskan kompensasi yang diberikan kepada seseorang yang merasakan gejala EHS baginya kurang tepat. Bisa jadi, gejala itu bukan berasal dari paparan perangkat elektromagnetik, tapi karena kehawatiran dan motivasi dari sang penderita gejala EHS.

"Sayangnya, tanpa penelitian, bantuan dan perawatan yang dibutuhkan untuk mereka yang menderita EHS akan tetap sulit dipahami," kata dia.


Credit  VIVA.co.id