Jumat, 17 April 2015

Cerita Menko Sofyan Soal Pertalite dan Bandelnya Pertamina


Cerita Menko Sofyan Soal Pertalite dan Bandelnya Pertamina  
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah menteri di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (2/2). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
 
Jakarta, CB -- PT Pertamina (Persero) diketahui akan meluncurkan bensin jenis baru, Pertalite, yang digadang-gadang akan menggeser peran Premium di pasar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan kekhawatirannya dan cerita dibalik kilang minyak Pertamina.

Produksi Pertalite diyakini akan membutuhkan teknologi pengolahan minyak menggunakan kilang minyak yang lebih canggih. Pasalnya, kadar oktan produk baru tersebut bakal sebesar RON 90, lebih tinggi dari Premium dengan kadar RON 88.

Namun, Sofyan Djalil khawatir, kilang minyak Pertamina yang ada sekarang tidak akan mampu memproduksi Pertalite. Dia menyayangkan kenyataan bahwa selama ini Pertamina tidak pernah lagi membangun kilang minyak baru.

Sofyan menceritakan, ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada periode kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno pernah menjanjikan bahwa Pertamina akan membangun kilang minyak baru, namun hingga kini Pertamina tidak kunjung merealisasikan rencana itu.

"Ingat waktu saya menteri BUMN, itu pak Ari presentasi kepada saya sudah ada pembicaraan macam-macam dengan investor, tapi enggak tahu mengapa sekarang tidak kunjung jadi, saya pikir itu bagian dari keputusan pengusaha," ungkap Sofyan di Jakarta, Jumat (17/4).


Ia pun mengakui bahwa investor memang tidak banyak yang tertarik terhadap bisnis pembangunan kilang. Ia menilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun kilang minyak membutuhkan modal yang sangat besar, namun marjin keuntungan yang didapat sangat kecil. Hal ini yang menyebabkan banyak investor lebih tertarik menaruh modalnya di sisi hilir dibandingkan hulu.

"Perbaikan kilang itu butuh duit banyak, untuk kilang produksi 300 ribu barel per hari, perlu investasi di atas US$ 10 miliar atau di atas Rp 130 triliun dan itu perlu waktu, 3-4 tahun," katanya.

Menko Perekonomian itu menjelaskan, saat ini kilang minyak milik Pertamina memiliki kualitas serta kapasitas yang semakin rendah. Kilang minyak Balongan misalnya, diketahui memiliki kemampuan cracking (memilah jenis) sebagian besar hanya untuk bensin Ron 88 atau premium, sedangkan bensin Ron 92 Pertamax dengan volume yang kecil.

Lebih lanjut, dia pun berharap Pertamina bisa membangun kilang baru dalam waktu kedepan, agar Indonesia mampu mengurangi ketergantungan dari impor produk minyak yang sudah 100 persen dengan harga yang lebih mahal.

"Tapi barangkali itu yang mafia migas inginkan. Tidak ada kilang dalam negeri. Maka akhirnya Pertamina tidak membangun kilang. Karena kalau tidak bangun kilang di dalam negeri, kita bisa beli crude oil dari luar negeri dan mafia yang akan jadi calonya," katanya.

Untuk diketahui saat ini Pertamina memiliki dan mengoperasikan 6 (enam) buah unit Kilang dengan kapasitas total mencapai 1.046,70 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak seperti kilang UP-III Plaju dan Kilang UP-IV Cilacap terintegrasi dengan kilang Petrokimia, dan memproduksi produk-produk Petrokimia yaitu Purified Terapthalic Acid (PTA) dan Paraxylene.

Beberapa kilang tersebut juga menghasilkan produk LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu. Kilang LPG P.Brandan dan Mundu merupakan kilang LPG yang operasinya terpisah dari kilang minyak, dengan bahan bakunya berupa gas alam.

Kilang minyak UP IV Cilacap menghasilkan Lube Base Oil dengan Group I dan II dari jenis HVI- 60, HVI - 95, HVI -160 S, HVI - 160 B dan HVI - 650. Produksi Lube Base Oil ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) di Unit Produksi Pelumas PERTAMINA yang berada di Jakarta, Surabaya dan Cilacap untuk diproduksi menjadi produk pelumas, dan kelebihan produksi Lube Base Oil (excess product) dijual di pasar dalam negeri dan luar negeri.

Credit  CNN Indonesia