JAKARTA, CB - Pengamat hubungan internasional Yasmi Adriansyah, mengatakan, Indonesia perlu mengantisipasi berbagai kecaman dan reaksi masyarakat internasional terkait eksekusi mati terpidana narkoba. Kejaksaan Agung telah mengeksekusi delapan terpidana mati kasus narkoba pada Rabu (29/4/2015) dini hari di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
"Reaksi dunia internasional cenderung menyudutkan Indonesia. Pernyataan bernada keras dari berbagai pemimpin dunia, seperti Presiden Perancis Francois Hollande, Menlu Australia Julie Bishop, dan bahkan Sekjen PBB Ban Ki Moon menunjukkan Indonesia perlu mengantisipasi berbagai kecaman dan reaksi keras itu," kata Yasmi, seperti dikutip Antara, Rabu pagi.
Kandidat doktor Hubungan Internasional pada Australian National University (ANU) ini, menilai, Indonesia perlu lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kontra-reaksi agar tidak semakin memperkeruh hubungan bilateral dengan negara sahabat.
"Indonesia jangan hanya melihat kasus ini secara sempit dengan sebatas mengantisipasi perkiraan dampak negatif dari negara asal terpidana. Kemarahan Perancis, misalnya, dapat juga berimbas kepada sikap negatif Uni Eropa (UE) terhadap Indonesia," ujar dia.
Selain itu, kata Yasmi, Belanda yang seorang warganya juga turut dieksekusi sempat menyatakan protes keras akan menarik Dubes Rob Swartbol.
"Baik Perancis mau pun Belanda adalah dua anggota UE yang berpengaruh," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar hanya Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk yang diizinkan berbicara kepada media terkait eksekusi mati. Pernyataan sikap tegas Pemerintah RI perlu dibarengi dengan sikap diplomatik yang meredakan ketegangan dan bukan sebaliknya.
"Hal lain yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia secara lebih agresif adalah penyampaian informasi kepada media internasional mengenai dampak narkoba yang sudah sangat membahayakan negeri ini, sehingga mencapai situasi darurat narkoba," ujar Yasmi.
Pemberitaan media internasional menyoroti aspek HAM terpidana yang akan dieksekusi atau bahkan korupnya praktik hukum di Indonesia. Hal ini dinilai menyudutkan Indonesia.
"Namun informasi mengenai kemudaratan atau kejahatan paling serius (the most serious crimes) yang telah dilakukan para terpidana terhadap Indonesia tidak banyak diangkat media internasional, sehingga HAM dari aspek terpidana juga perlu dikaitkan dengan HAM dari aspek korban itu sendiri, agar adil," kata Yasmi.
Seperti diberitakan, delapan terpidana mati telah dieksekusi mati secara serentak di Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2015) pukul 00.25 WIB. Mereka adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson (Ghana); Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria); Rodrigo Gularte (Brasil); serta Zainal Abidin (Indonesia). Sementara, eksekusi satu terpidana mati asal Filipina Mary Jane ditunda.
Credit KOMPAS.com