Menurut hukum tahun 2004 yang berlaku di
Perancis, kerudung, kippa Yahudi dan bahkan salib Kristen yang berukuran
besar (dan mencolok) dilarang di lembaga pendidikan.
(Ilustrasi/Thinkstock/Zurijeta)
Kepala sekolah yang melarang gadis itu mengganggap rok yang ia kenakan terlalu ‘vulgar’ menunjukkan afiliasi terhadap agama tertentu, yang dilarang keras oleh hukum sekuler Perancis.
"Gadis itu tidak dikecualikan, ia diminta untuk datang kembali dengan pakaian netral dan tampaknya ayahnya tidak ingin ia kembali ke sekolah," kata pejabat pendidikan setempat Patrice Dutot, pada Selasa (28/4), dikutip dari The Guardian.
Menurut hukum tahun 2004 yang berlaku di Perancis, kerudung, kippa Yahudi dan bahkan salib Kristen yang berukuran besar (dan mencolok) dilarang di lembaga pendidikan, namun simbol-simbol yang tak terlalu mencolok masih diperbolehkan.
Murid itu, yang diidentifikasi sebagai Sarah oleh koran lokal L'Ardennais, mengatakan “tidak ada yang istimewa, sangat sederhana, tidak ada yang mencolok. Tidak ada tanda agama apapun” dari roknya.
Kasus rok ini menjadi trenting topic di media sosial Twitter dengan hashtag #JePorteMaJupeCommeJeVeux yang berarti ‘saya memakai rok sesuka saya’.
"Jika (rok) itu dipakai oleh orang kulit ’putih', rok itu menjadi chic, jika dipakai seorang Muslim, maka jadi mencolok," kata seorang pengguna Twitter.
Namun dinas pendidikan regional Perancis tempat sekolah itu berada tampaknya berpihak pada sang kepala sekolah. Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa memakai rok bisa menjadi bagian dari provokasi yang direncanakan.
“Sehubungan dengan aksi protes oleh para murid, yang mengetahui insiden lain yang terkait misalnya soal mengenakan jilbab, kerangka sekuler untuk pendidikan harus tegas mengingatkan dan dijamin," bunyi pernyataan itu.
Menurut badan pengawas Islamofobia Perancis, CCIF, sekitar 130 siswa yang dilarang masuk kelas tahun lalu karena pakaian dianggap terlalu religius.
Credit CNN Indonesia