PBB menganggap Indonesia memiliki standar ganda soal eksekusi mati.
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan
dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon dan delegasi di sela-sela KTT ASEAN ke-25
di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11) (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Sebab, di saat Indonesia tegas memberlakukan eksekusi mati bagi pelaku tindak kejahatan narkoba, di sisi lain RI turut mengajukan permohonan agar warganya yang terancam hukuman mati bisa diselamatkan. Dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 29 April 2015, mengaku tidak habis pikir terhadap alasan Presiden Joko Widodo menolak pemberian grasi.
"Indonesia mengajukan pengampunan ketika warga negaranya sendiri menghadapi ancaman eksekusi mati di negara lain. Tetapi, menolak tegas pemberian grasi bagi pelaku tindak kejahatan yang dianggap tidak serius di dalam negerinya sendiri," kata Colville.
Dia turut menyerukan agar Indonesia segera memberlakukan kembali moratorium hukuman mati. Seruan serupa juga telah disampaikan kembali oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon pada akhir pekan lalu melalui jubirnya.
Dalam keterangan tertulis, Jubir Ban mengatakan, tindak kejahatan narkoba tidak termasuk kejahatan serius sehingga tidak perlu sampai harus dihukum mati.
Sementara, Pemerintah Brasil dalam keterangan resmi mengaku terkejut dengan eksekusi terhadap warganya yang kedua, Rodrigo Gularte. Padahal eksekusi kedua ini hanya selang tiga bulan dari eksekusi pertama terhadap Marco Archer Cardoso Moreira.
Saat itu, Presiden Dilma Rousseff telah mengajukan permohonan pribadi atas nama kemanusiaan kepada Presiden Joko Widodo agar tak mengeksekusi Moreira. Namun, permohonan itu tak digubris oleh mantan Gubernur DKI Jakarta.
Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan akan mengevaluasi kembali hubungan bilateral dengan Indonesia sebelum memutuskan bagaimana harus bersikap terhadap Pemerintah Indonesia. Sebelumnya, Presiden Rousseff telah memanggil pulang Dubes Paulo Alberto Da Silveira Soares yang tengah bertugas di Jakarta.
Da Silveira telah kembali pulang ke Jakarta. Saat Presiden Rousseff menolak surat kredensial yang dibawa oleh Dubes RI untuk Brasil, Toto Riyanto, Kemlu RI memanggil Da Silveira ke Pejambon untuk memprotes tindakan tersebut.
"Karena respons yang kami terima terhadap pengajuan kami kurang memuaskan, maka ini harus dievaluasi kembali untuk memutuskan sikap apa yang akan kami berlakukan terhadap Indonesia mulai saat ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri, Sergio Franca Danese.
Pemerintah Indonesia sendiri juga sempat melontarkan akan kembali meninjau kerja sama dengan Negeri Samba di bidang militer. Sebelumnya, Indonesia mempertimbangkan untuk membeli satu skuadron pesawat Super Tucano Embraer EMB-314 dan sistem peluncur roket jarak jauh.
Credit VIVA.co.id