Tribun Bali/
Relawan
membagikan stiker hope mercy kepada pengguna jalan di perempatan Renon
Jalan Kusuma Atmajaya, Denpasar. Sabtu (31/1/2015). Aksi simpatik yang
diikuti puluhan relawan Mercy ini menyampaikan pesan agar terpidana mati
Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew chan diberikan pengampunan
hukuman mati.
CB, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya tak ikut campur soal
eksekusi yang akan dilakukan pemerintah Indonesia terhadap terpidana
mati kasus narkoba. Fahri menilai, PBB sudah menerapkan standar ganda
dalam menanggapi eksekusi mati.
Saat Indonesia akan mengeksekusi warga negara asing yang terjerat
kasus narkoba, PBB langsung melayangkan protes. Namun, PBB tak bersikap
saat warga negara Indonesia dieksekusi oleh negara lain.
"Di Saudi Arabia, WNI dieksekusi mati mereka diam saja, tapi giliran nyawa mereka sepertinya mahal betul," kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Menurut Fahri, kritik yang dilayangkan Presiden Joko Widodo kepada PBB dalam pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika beberapa waktu lalu, sudah tepat. Ia menilai, PBB membutuhkan perbaikan di berbagai struktur.
"PBB diam saja saat melihat aktivis, wartawan, politisi dihukum mati di Mesir karena perbedaan pendapat," ujarnya.
Sebelumnya, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (26/4/2015), Sekjen PBB melalui juru bicaranya, mengatakan, eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius, seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus.Sementara itu, narkoba tidak termasuk kategori itu.
Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara itu, pelanggaran terkait obat umumnya tidak termasuk kategori "kejahatan paling serius". (Baca: Jokowi Tegaskan Generasi Bangsa Rusak karena Narkoba)
Sebanyak sembilan terpidana kasus narkoba akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Mereka adalah Mary Jane Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), serta Zainal Abidin (Indonesia).
"Di Saudi Arabia, WNI dieksekusi mati mereka diam saja, tapi giliran nyawa mereka sepertinya mahal betul," kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Menurut Fahri, kritik yang dilayangkan Presiden Joko Widodo kepada PBB dalam pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika beberapa waktu lalu, sudah tepat. Ia menilai, PBB membutuhkan perbaikan di berbagai struktur.
"PBB diam saja saat melihat aktivis, wartawan, politisi dihukum mati di Mesir karena perbedaan pendapat," ujarnya.
Sebelumnya, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (26/4/2015), Sekjen PBB melalui juru bicaranya, mengatakan, eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius, seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus.Sementara itu, narkoba tidak termasuk kategori itu.
Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara itu, pelanggaran terkait obat umumnya tidak termasuk kategori "kejahatan paling serius". (Baca: Jokowi Tegaskan Generasi Bangsa Rusak karena Narkoba)
Sebanyak sembilan terpidana kasus narkoba akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Mereka adalah Mary Jane Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), serta Zainal Abidin (Indonesia).
Credit SERAMBINEWS.COM