MOSKOW
- Kementerian Pertahanan Rusia telah memperingatkan Amerika Serikat
(AS) dan koalisinya untuk tidak menyerang posisi-posisi militer Suriah.
Sebab, ada banyak sistem rudal pertahanan S-300 dan S-400 yang siaga.
Rusia saat ini menyiagakan sistem rudal pertahanan S-400 dan S-300 di basis militer Tartus dan pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Jenderal Igor Konashenkov, mengatakan S-300 dan S-400 Rusia bisa menjadi “kejutan” untuk semua objek terbang termasuk jet tempur tak dikenal di wilayah udara Suriah.
Jenderal Konashenkov melanjutkan, setiap serangan udara atau rudal yang menargetkan tentara Suriah loyalis Presiden Bashar al-Assad atau di wilayah yang dikuasai Pemerintah Suriah akan menempatkan tentara Rusia dalam bahaya.
”Awak sistem pertahanan udara Rusia tidak mungkin memiliki waktu untuk menentukan dalam 'garis lurus' jalur penerbangan yang tepat dari rudal dan kemudian menentukan siapa pemilik hulu ledaknya. Dan semua ilusi amatir tentang keberadaan jet 'tak terlihat' akan menghadapi kenyataan yang mengecewakan,” kata Konashenkov.
Dia juga mencatat bahwa Suriah sendiri memiliki sistem rudal S-200 dan sistem rudal BUK. Kedua senjata itu telah diperbarui selama tahun lalu.
Komentar Jenderal Rusia ini muncul setelah ada bocoran dri media-media Barat bahwa Washington sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan serangan udara terhadap pasukan Pemerintah Suriah.
”Perhatian khusus adalah informasi bahwa penggagas provokasi tersebut adalah perwakilan dari CIA dan Pentagon, yang pada bulan September melaporkan ke Presiden (AS) soal pengendalian pasukan oposisi, tapi saat ini melobi untuk skenario ‘kinetik’ di Suriah,” ujar Konashenkov, seperti dikutip Russia Today, semalam (6/10/2016).
Dia memperingatkan Washington untuk melakukan perhitungan menyeluruh dari kemungkinan konsekuensi akibat rencana untuk menyerang pasukan Suriah.
Pada 17 September 2016, jet-jet tempur koalisi yang dipimpin AS membombardir posisi pasukan Pemerintah Suriah. Serangan yang diklaim koalisi AS sebagai hal ketidaksengajaan itu menewaskan 83 tentara Assad. Damaskus mengecamnya sebagai agresi terang-terangan.
Rusia saat ini menyiagakan sistem rudal pertahanan S-400 dan S-300 di basis militer Tartus dan pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Jenderal Igor Konashenkov, mengatakan S-300 dan S-400 Rusia bisa menjadi “kejutan” untuk semua objek terbang termasuk jet tempur tak dikenal di wilayah udara Suriah.
Jenderal Konashenkov melanjutkan, setiap serangan udara atau rudal yang menargetkan tentara Suriah loyalis Presiden Bashar al-Assad atau di wilayah yang dikuasai Pemerintah Suriah akan menempatkan tentara Rusia dalam bahaya.
”Awak sistem pertahanan udara Rusia tidak mungkin memiliki waktu untuk menentukan dalam 'garis lurus' jalur penerbangan yang tepat dari rudal dan kemudian menentukan siapa pemilik hulu ledaknya. Dan semua ilusi amatir tentang keberadaan jet 'tak terlihat' akan menghadapi kenyataan yang mengecewakan,” kata Konashenkov.
Dia juga mencatat bahwa Suriah sendiri memiliki sistem rudal S-200 dan sistem rudal BUK. Kedua senjata itu telah diperbarui selama tahun lalu.
Komentar Jenderal Rusia ini muncul setelah ada bocoran dri media-media Barat bahwa Washington sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan serangan udara terhadap pasukan Pemerintah Suriah.
”Perhatian khusus adalah informasi bahwa penggagas provokasi tersebut adalah perwakilan dari CIA dan Pentagon, yang pada bulan September melaporkan ke Presiden (AS) soal pengendalian pasukan oposisi, tapi saat ini melobi untuk skenario ‘kinetik’ di Suriah,” ujar Konashenkov, seperti dikutip Russia Today, semalam (6/10/2016).
Dia memperingatkan Washington untuk melakukan perhitungan menyeluruh dari kemungkinan konsekuensi akibat rencana untuk menyerang pasukan Suriah.
Pada 17 September 2016, jet-jet tempur koalisi yang dipimpin AS membombardir posisi pasukan Pemerintah Suriah. Serangan yang diklaim koalisi AS sebagai hal ketidaksengajaan itu menewaskan 83 tentara Assad. Damaskus mengecamnya sebagai agresi terang-terangan.
Credit Sindonews